Perlindungan Anak Dalam Penanggulangan Situasi Bencana

Samarinda — Setiap kejadian bencana, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan menjadi korban dan paling menderita dibandingkan orang dewasa. Anak belum bisa menyelamatkan diri sendiri, sehingga peluang anak untuk menjadi korban lebih besar. Anak korban bencana dapat mengalami trauma fisik, psikis akibat kehilangan keluarga maupun situasi yang mengerikan. Selain itu, beresiko tidak terpenuhi hak-haknya seperti pelayanan kesehatan, makanan yang bergizi, air bersih, sekolah, dan sebagainya, serta beresiko mengalami tindak kekerasaan dan perdagangan manusia.

“Resiko terhadap anak yang sangat besar tersebut ditambah pula dengan sifat bencana yang datang kapan saja,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad, pada FGD Perlindungan Anak Dalam Penanggulangan (Situasi) Bencana, di Ruang Rapat Katini DKP3A Kaltim, Selasa (22/9/2020).

Berdasarkan kondisi itulah, maka banyak sekali pemangku kepentingan baik dari unsur pemerintah dan non pemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat baik lokal maupun internasional, perusahaan, organisasi massa dan masyarakat selalu mengambil bagian dalam upaya penanggulangan bencana khususnya untuk memenuhi kebutuhan anak-anak yang menjadi koban bencana.

Halda menambahkan, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sejak 2015 ada 331 kejadian bencana di Kalimantan Timur. bencana tersebut meliputi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebanyak 152 kejadian, gelombang pasang/abrasi sebanyak 3 kejadian, banjir sebanyak 93 kejadian, tanah longsor sebanyak 59 kejadian, dan puting beliung sebanyak 24 kejadian.

Bencana di Kaltim paling banyak terjadi pada 2016, yaitu sebanyak 189 bencana terjadi dengan kebakaran hutan dan lahan mendominasi sebanyak 129 kejadian.

“Sementara itu, sepanjang 2019 telah terjadi 11 kejadian bencana yang terdiri atas 9 kebakaran hutan dan lahan, 1 kejadian gelombang pasang/abrasi, dan 1 kejadian banjir. Berdasarkan wilayahnya, di Kabupaten Paser tercatat 2 kejadian bencana, Kabupaten Kutai Barat 1 kejadian, Kabupaten Penajam Paser Utara 2 kejadian, dan Kota Bontang sebanyak 6 kejadian,” terang Halda.

BNPB sendiri mencatat terdapat beberapa daerah yang memiliki potensi bencana alam di Kaltim. Namun Kaltim masih dalam kategori sedang ataupun rendah.

FGD ini menghasilkan enam kesepakatan, yaitu perlu dibuat kurikulum terkait penanggulangan bencana untuk anak-anak. Perlu disiapkan protap maupun SOP penanganan pada saat terjadinya bencana maupun pasca bencana (siapa yang berhak menangani). Perlu adanya pemetaan daerah rawan bencana beserta data jumlah anak di daerah bencana tersebut. Sebaiknya untuk daerah rawan bencana rancangan atau pemilihan meuble di sekolah berdasarkan ketahanan bukan hanya keindahan (peralatan sekolah menggunakan standar keamanan). Peningkatan efektifitas penanggulangan bencana, pihak BPBD dan DKP3A Kaltim melakukan koordinasi dan kolaborasi dengan pihak-pihak tertentu. Melakukan langkah-langkah preventif agar meminimalisir anak sebagai korban bencana. Perlu disusun Juknis tentang penanganan anak dalam situasi bencana untuk mengatur siapa dan berbuat apa.

Kegiatan ini diikuti OPD terkait, Forkomda Kaltim dan Forum Anal Kaltim. Hadir pula menjadi narasumber Kepala BPDB Kaltim Yudha Pranoto. (dkp3akaltim/rdg)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *