Aspirasi Etam Terus Disosialisasikan

Samarinda — Dalam rangka mendukung implementasi program penurunan emisi Forest Carbon Partnership Facility Carbon Fund (FCPF-CF) di Kalimantan Timur. Direktorat Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengadakan kegiatan Sosialisasi layanan Aspirasi Etam dan Peraturan Gubernur Nomor 69 tahun 2019 tentang Aspirasi Etam secara virtual, di Hotel Mercure Samarinda, Selasa (16/9/2020)

Beberapa sistem pendukung program penurunan emisi FCPF – CF diantaranya membangun mekanisme penanganan keluhan / Feedback and Grievance Redressal Mechanism (FGRM) melalui aplikasi layanan Aspirasi Etam.

“Di era digital saat ini, perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi sangat pesat. Hal ini menjadi nilai positif dan dapat dimanfaatkan Pemerintah dalam hal meningkatkan layanan kepada masyarakat, untuk menampung dan menyalurkan aspirasi/aduannya kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur,” ujar Plt Kadis Kominfo Kaltim Jauhar Efendi.

pengembang Aspirasi Etam Fery mengatakan  Pemerintah Provinsi Kaltim memberikan prioritas utama dibidang pelayanan atas aspirasi/pengaduan yang berasal dari masyarakat. Pelayanan yang baik, efisien dan efektif dapat memberikan harapan akan terpenuhinya rasa keadilan dan tersalurkannya aspirasi masyarakat. Layanan aspirasi masyarakat merupakan elemen penting bagi instansi daerah, karena layanan ini bertujuan memperbaiki kinerja dan menindaklanjuti aspirasi yang disampaikan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan pemerintah.

“Melatarbelakangi dinamika kehidupan masyarakat Kaltim, Amanat UU 14 Tahun 2008 tentang KIP, Fungsi PPID Provinsi Kalimantan Timur dan Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan oleh karena itu dibawah kepemimpinan Diddy Rusdiansyah kami membuat Aplikasi Ini,” ujar Fery.

Pengembangan aplikasi ini terus dilakukan melalui Seksi Pengelolaan Domain dan Aplikasi, Bidang Aplikasi Informatika Diskominfo Kaltim. Untuk saat ini sudah di versi 2.3. Harapan besar dari Aspirasi Etam sendiri adalah kesadaran masing – masing OPD/Sektor untuk merespon keluhan masyarakat kemudian mendapat feedback dari OPD terkait atau mendapat jawaban terkait masalah yang dikeluhkan.

PUSPAGA Berikan Layanan Konseling Pengasuhan Berbasis Hak Anak

Jakarta — “Konseling merupakan salah satu layanan prioritas yang diberikan PUSPAGA kepada masyarakat, utamanya untuk meningkatkan para orangtua agar mampu memberikan pengasuhan sesuai dengan hak anak. Selama ini, masih ada orangtua yang membutuhkan bantuan para psikolog atau konselor untuk mengatasi persoalan keluarga atau pengasuhan anak. Bimbingan Teknis (Bimtek) terkait teknik konseling menjadi penting dilakukan untuk meningkatkan kapasitas para psikolog dan konselor PUSPAGA dalam meningkatkan layanan konseling yang diberikan,” tutur Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan, Keluarga, dan Lingkungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Rohika Kurniadi Sari pada Bimbingan Teknis (Bimtek) Psikolog/Konselor Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Sesi 5 (lima) dengan tema “Teknik Konseling” secara virtual yang diikuti oleh perwakilan dari 146 PUSPAGA di seluruh Indonesia (15/09/2020).

Psikolog Klinis, Gisella Tani Pratiwi mengatakan, layanan konseling yang diberikan oleh PUSPAGA berbeda dengan sesi “curhat”, dan konselor bukanlah motivator atau pemberi nasihat.

“Ingat, konseling berbeda dengan “curhat”. Layanan konseling merupakan pemberian bantuan atau fasilitasi yang membutuhkan keahlian dan prinsip tertentu dari seorang konselor. Hasil dari konseling adalah perkembangan kemampuan dan potensi klien yang akan terlihat dari fungsi sehari-hari dan kemampuan klien dalam memecahkan masalahnya. Hal lain yang juga harus kita ingat konselor bukanlah motivator atau pemberi nasihat. Fungsi konselor adalah sebagai fasilitator yang memberikan bimbingan dan bantuan dengan keahlian tertentu dengan memperhatikan prinsip-prinsip, diantaranya menghargai nilai-nilai, aspirasi, karakteristik klien, dan mengembangkan relasi yang mendukung perkembangan klien,” jelas Gisella.

Gisella menambahkan kriteria konselor PUSPAGA sebaiknya berlatar belakang profesi seperti psikolog, pekerja sosial, atau bimbingan konseling profesi. Walaupun tidak memiliki latar belakang profesi, konselor PUSPAGA dapat berasal dari lulusan strata 1 (S1) di bidang yang berkaitan dengan pengasuhan atau pendidikan keluarga, serta mendapatkan pembekalan dan pelatihan terkait Konvensi Hak Anak dan mengikuti pelatihan layanan konseling PUSPAGA.

Dijelaskan juga langkah-langkah yang dilakukan konselor dalam memberikan layanan konseling PUSPAGA. Pertama, proses menerima klien. Sebelum menerima klien sebaiknya konselor juga mempelajari dahulu berkas atau informasi terkait klien.

Kedua, proses konseling. Sebelum memulai proses konseling, konselor meminta persetujuan klien (informed consent) dan selanjutnya konselor akan menggali dan menyimpulkan masalah yang dialami klien. Dalam tahap ini konselor dapat menggunakan kemampuannya untuk menganalisis masalah. Lalu, konselor dan klien mendiskusikan rencana intervensi masalah karena proses konseling bersifat dua arah.

Ketiga, konselor memberikan arahan sesuai kebutuhan, seperti pertemuan konseling selanjutnya, dan layanan di dalam lembaga atau di luar lembaga. Keempat, konselor melengkapi catatan proses konseling.

Selain itu, penting untuk menerapkan teknik konseling dalam memberikan layanan,  yaitu menjalin rapport (hubungan baik/rasa percaya), mendengar aktif, serta teknik bertanya dengan pertanyaan terbuka dan melakukan observasi. Selama proses konseling, konselor juga  harus berempati untuk membangun kepercayaan klien dan membuat klien lebih nyaman dalam menyampaikan permasalahan yang dihadapinya.

Selama masa pandemi PUSPAGA di beberapa daerah, khususnya yang berada dalam zona merah Covid-19 juga dianjurkan untuk melakukan konseling secara online.

“Jika konseling dilakukan secara online, para konselor harus memastikan beberapa hal, diantaranya pemilihan platform atau aplikasi yang sesuai dengan konselor dan klien, kuota dan sinyal yang stabil, gawai yang mendukung, situasi ruang konselor yang tenang (baik bagi konselor dan klien), menjaga kerahasiaan klien, tetap berpegang pada kode etik profesi, dan tetap menjalankan alur layanan,” tutup Gisella.