Pelibatan PATBM Guna Mencegah Kasus Kekerasan Terhadap Anak

Samarinda — Peran Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dinilai perlu ditingkatkan dan tidak lagi sebatas gerakan biasa. Hal ini sangat dibutuhkan untuk menyesuaikan dengan penambahan fungsi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), yakni penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA.

Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar menjelaskan pelibatan PATBM di lapangan sangat penting untuk mencegah dan merespon cepat kasus kekerasan terhadap anak. Menurut Nahar ada tiga hal penting terkait yang harus dipersiapkan dengan matang. Pertama, apakah PATBM akan terus dipertahankan sebagai sebuah gerakan saja atau akan diarahkan pada aksi nyata dalam bentuk layanan oleh para aktivis PATBM. Kedua, sejak diinisiasi pada 2016, apakah jumlah PATBM akan terus mengalami perkembangan. Ketiga, jika para aktivis PATBM telah melakukan aksi nyata dalam rangka memberikan layanan bagi perlindungan terhadap anak, maka apakah memungkinkan jika kegiatan yang dilakukan aktivis PATBM tersebut dapat diintegrasikan dengan program-program lainnya, salah satunya dengan memanfaatkan dana desa dan layanan lainnya dalam menghadapi kekerasan terhadap anak di wilayahnya masing-masing.

“Ketiga hal tersebut penting menjadi pertimbangan karena berkaitan dengan penyesuaian penambahan fungsi Kemen PPPA pada penyediaan layanan bagi anak yang membutuhkan perlindungan khusus. Sehingga kami harus melibatkan para aktivis PATBM di lapangan,” tutur Nahar pada webinar Percepatan Pengembangan PATBM di Masa Pandemi COVID-19 Tahap II (24/08/2020).

Nahar melanjutkan, para pimpinan Dinas PPPA di daerah juga diharapkan memiliki database terkait aktivis PATBM agar dapat terkoneksi ketika terdapat kasus kekerasan terhadap anak di wilayahnya. Kecepatan berkoordinasi merupakan kata kunci untuk menjawab kebutuhan masyarakat bahwa lembaga terkait PPPA ada di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota, salah satunya melalui PATBM.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan, tahun 2016 sebagai pilot project awal pembentukan PATBM di Kaltim ada dua daerah yang ditunjuk oleh Kemen PPPA, yaitu Kabupaten Paser (2 desa) dan Kota Bontang (2 kelurahan).

“Untuk Kabupaten Paser adalah PATBM Desa Pandang Pengrapat Kecamatan Tanah Grogot dan PATBM Desa Janju Kecamatan Tanah Grogot. Sementara untuk Kota Bontang yaitu PATBM Kelurahan Bontang Baru dan PATBM Kelurahan Berbas Pantai,” ujar Halda.

Halda melanjutkan, dalam menekan angka kekerasan terhadap anak di daerah harus diperkuat dengan adanya sosialisasi yang massif kepada masyarakat terkait pentingnya peran PATBM. DKP3A Kaltim giat melaksanakan sosialisasi dan pelatihan.

“Hingga saat ini sudah ada 140 PATBM yang telah dibentuk di desa/kelurahan di Kaltim dengan 1.505 orang aktivis dan 35 orang fasilitator. Sudah terbentuknya kelompok-kelompok PATBM di kabupaten/kota baik yang berada di tingkat kelurahan dan desa dengan jumlah yang setiap tahun bertambah secara signifikan yang dilakukan oleh Dinas PPPA kabupaten/kota,” terang Halda.

Sementara yang menjadi tantangan di Kaltim yaitu jumlah SDM yang terlatih masih kurang, sumber pendanaan/anggaran untuk pelatihan dan operasional yang masih sangat terbatas, sarana dan prasarana yang tidak mendukung, sosialisasi tentang PATBM dan regulasi yang ada masih sangat terbatas, dan administrasi  pencatatan pelaporan tidak tertata dengan baik.

“Selain itu, penguasaan teknologi yang sebagian besar belum dikuasai oleh para aktivis PATBM, luas wilayah antara desa/kelurahan yang cukup berjauhan sangat sulit untuk melakukan koordinasi, jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak masih cukup tinggi, dan masih terdapat penanganan/penyelesaian kasus kekerasan terhadap anak dengan cara menggunakan Hukum Adat,” imbuh Halda.

Meski memiliki tantangan tersendiri, Kaltim juga didukung dengan komitmen pemerintah dan pemerintah daerah berupa kebijakan/regulasi. Dukungan kelembagaan seperti UPTD PPPA, PUSPAGA Gugus Tugas KLA, Forkomda PUSPA, APSA, KPAI, Ormas seperti Aisiyah, serta pemerhati perempuan dan anak. Regulasi tentang perlindungan anak yang ada sangat mendukung, dan dukungan dari perangkat desa/kelurahan tokoh masyarakat, tokoh adat, ToGa, para aktivis, dan LSM. (dkp3akaltim/rdg)