Berantas Perdagangan Orang dengan Modus Eksploitasi Seksual di Media Daring

Jakarta —  Maraknya kasus perdagangan orang dengan modus eksploitasi seksual melalui media daring, menjadi peringatan dan tantangan bagi semua pihak. Pentingnya meningkatkan edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat luas, terkait perkembangan modus perdagangan orang ini, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan kewaspadaan dini masyarakat dalam mencegah dan menangani berbagai modus baru TPPO di Indonesia.

“Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada Januari – Juni 2020, menunjukkan ada 50 kasus eksploitasi seksual pada perempuan dewasa dan 60 anak korban perdagangan orang untuk tujuan eksploitasi seksual. Data ini selaras dengan data dari Bareskrim Polri, yaitu ada 297 kasus perdagangan orang untuk eksploitasi seksual yang terungkap melalui media internet. Tingginya kasus perdagangan orang dengan tujuan eksploitasi seksual melalui media daring ini, menjadi peringatan dan tantangan bagi semua pihak, khususnya bagi Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO),“ ungkap Sekretaris Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Pribudiarta Nur Sitepu dalam Webinar Menyambut Hari Dunia Anti Perdagangan Orang dengan tema “Perdagangan Orang Untuk Tujuan Eksploitasi Seksual Melalui Media Daring: Apa yang Perlu Diketahui” (29/7/2020).

Pribudiarta menambahkan dibutuhkan pemahaman masyarakat yang baik terkait teknologi dan isu yang terbilang baru tersebut, serta pentingnya memperkuat koordinasi terpadu dalam mengungkap kejahatan. Tidak hanya dari sisi penegakan hukum dan penjeratan pelaku, tetapi juga pada proses pemulihan dan reintegrasi bagi korban yang komprehensif.

Di samping itu, Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dari TPPO, Destri Handayani, menegaskan kejahatan eksploitasi seksual melalui media daring merupakan bentuk adaptasi cepat dari pelaku dalam mengikuti perkembangan teknologi dan informasi terutama di masa pandemi ini. “Ini merupakan salah satu ciri dari pelaku TPPO. Sebaliknya, dari sisi kita sendiri dan masyarakat luas, tidak mudah beradaptasi mengikuti perkembangan teknologi secepat pelaku, inilah salah satu dari banyaknya persoalan yang kami hadapi,” terang Destri.
Terkait pencegahan, pihaknya akan memperkuat koordinasi dan sinergi antar anggota GT PP TPPO, salah satunya bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memperkecil akses ke platform berbahaya dengan memperkuat sanksi terhadap pelanggar. Namun, berbagai upaya ini tidak akan berarti tanpa adanya peran dari keluarga dan masyarakat luas untuk membatasi serta mengawasi anak saat mengakses media daring.

Sementara, Komisioner KPAI, Ai Maryati Sholihah mengungkapkan hasil Survei KPAI pada 2020, terkait aktivitas penggunaan gawai/gadget pada anak khususnya di masa pandemi ini. Hasil survei menunjukkan ada 71,3% anak memiliki gadget sendiri, dan 79% atau mayoritas anak tidak memiliki aturan bersama orangtua saat menggunakan gadget tersebut. Hasil survei juga menunjukkan di masa pandemi ini, banyak anak yang menggunakan gadget di luar kepentingan belajar. Di antaranya yaitu 52% anak menggunakan gadget untuk chatting dengan teman, 52% mengakses youtube, 50% mencari informasi, dan 42% bersosial media.

“Jika melihat hasil survei ini, selama pandemi Covid-19 secara umum orang tua cenderung tidak mendampingi anak saat main gadget. Inilah yang menyebabkan adanya potensi gap (kesenjangan) antara pengasuhan yang dilakukan orang tua dengan apa yang diterima anak. Untuk itu, kualitas komunikasi dalam pengasuhan perlu dikuatkan, perlu ada edukasi bagi orangtua dan anak itu sendiri mengenai penggunaan gadget yang baik bagi anak,” tutur Ai Maryati.

Untuk mengatasi hal ini, pentingnya melakukan advokasi berkelanjutan dengan berbasis pemenuhan hak anak, yaitu melalui aspek pencegahan dengan memberikan edukasi dan pendidikan literasi digital kepada keluarga, masyarakat dan anak itu sendiri untuk menjalankan internet sehat; mengoptimalisasi penanganan korban melalui rehabilitasi sosial dan pemulihan anak dengan mengacu pada standarisasi pemulihan anak korban eksploitasi; melakukan advokasi dan pengawasan terhadap para penyedia platform online agar berkomitmen kuat untuk memproteksi anak di dunia siber; memperkuat aspek penegakkan hukum kasus TPPO melalui peningkatan kualitas penanganan dan sumber daya manusia.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *