Menteri PPPA : Berdayakan Lansia di Era New Normal melalui Gerakan Sayang Lansia

Pandemi Covid-19 ini menjadi ‘blessing’ bagi para lanjut usia (lansia). Jika selama ini isu lansia tidak pernah muncul ke permukaan dan kurang mendapatkan perhatian, baik dari lingkungan sekitarnya, masyarakat maupun negara, maka momentum pandemi ini bisa dijadikan sebagai momen yang tepat untuk mengangkat isu lansia. Dengan begitu, isu lansia akan mendapatkan perhatian dari banyak pihak.

“Saat ini, Indonesia tengah bersiap menuju era tatanan kehidupan normal baru (new normal) yang juga akan dihadapi oleh para lansia. Mereka perlu mendapatkan perhatian khusus agar tetap sehat menghadapi era new normal yang akan dijalani. Lansia merupakan aset berharga bagi kemajuan bangsa jika kita terus mengasah potensi dan menempatkan mereka pada posisi yang mulia. Kami akan mengkaji lebih dalam lagi terkait implementasi program/kebijakan seperti apa yang harus dilakukan demi kepentingan terbaik dan kesejahteraan lansia,” tutur Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam Webinar Hari Lanjut Usia Nasional ke-24 dengan Tema “Sayangi Lansia Menuju Lansia Bermartabat di Era New Normal”, Senin (22/06/2020).

Saat masa pandemi Covid-19, Kemen PPPA bekerjasama dengan lebih dari 20 perusahaan, asosiasi profesi, organisasi kewanitaan, jaringan relawan maupun donatur lainnya telah memberikan paket-paket pemenuhan kebutuhan spesifik kepada lansia, perempuan, anak, dan penyandang disabilitas sebagai kelompok rentan terdampak Covid-19 untuk membantu kebutuhan mereka. 

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Gugus Tugas Penanganan Covid-19 pada website https://covid19.go.id/peta-sebaran, sampai dengan 20 Juni 2020 persentase lansia yang terdampak Covid-19 yakni sebesar 13,8 persen lansia positif, 11,7 persen dirawat/diisolasi, 12,5 persen sembuh, dan sebesar 43,7 persen meninggal. Meskipun dari jumlah pasien positif dan dirawat/diisolasi persentasenya tidak terlalu tinggi untuk kelompok lansia, namun jumlah kematiannya merupakan yang tertinggi dibandingkan kelompok usia lainnya, yaitu mencapai 43,7%. Oleh karena itu, diperlukan perhatian khusus untuk menjaga lansia tetap sehat dalam tatanan new normal yang akan dijalani. Untuk itu, dibutuhkan kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak, terutama keluarga, untuk memastikan perlindungan terhadap lansia, apalagi dalam masa pandemi dan tatanan new normal.

Menteri PPPA periode 2009-2014, Linda Amalia Sari Gumelar  mengatakan selain dari sisi kesehatan, dalam menghadapi era new normal, hal-hal yang perlu diperhatikan atau diantisipasi adalah masalah sosial ekonomi. “Lansia harus mendapatkan akses dalam hal edukasi dan pendampingan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan new normal ini. Saat masa pandemi begitupun di era new normal, mereka harus tetap berada di rumah karena termasuk kelompok yang sangat rentan terpapar Covid-19. Oleh karena itu, Kemen PPPA dapat menjadikan ini sebagai momentum untuk menyosialisasikan Gerakan Sayangi Lansia (GSL) secara lebih masif,” ujar Linda Amalia Sari Gumelar.

Linda menambahkan hal yang tidak kalah penting adalah mengubah cara pandang masyarakat bahwa lansia bukanlah beban keluarga, tetapi potensi pembangunan bila mereka dipenuhi hak-haknya dan mengoptimalisasi potensi yang dimiliki lansia. Untuk mewujudkannya dibutuhkan peran dari lansia itu sendiri, keluarga, dan lingkungannya. “Saya berpesan kepada seluruh lansia di Indonesia agar tetap optimis dengan perubahan pola hidup di era new normal ini dengan tetap melakukan aktivitas positif yang sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19,” ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Menteri PPPA periode 2004-2009, Meutia Hatta Swasono mengatakan lansia termasuk dalam kelompok rentan di masa pandemi Covid-19 dan era new normal. Untuk itu, penerapan peraturan mengenai new normal yang berlaku di Indonesia, khususnya bagi lansia harus diimbangi dengan pengetahuan budaya yang bermanfaat. “Khusus untuk era new normal ini, hal yang harus diperhatikan adalah bagaimana mengutamakan pandangan budaya tradisional dalam penerapannya kepada lansia. Kemudian bagaimana menjalankan prinsip umum dan prinsip budaya masyarakat yang positif untuk melindungi lansia di era new normal,” ujar Meutia Hatta.

Perubahan pola hidup memang sudah dirasakan oleh masyarakat, khususnya lansia sejak masa awal pandemi. Meskipun begitu, tetap perlu ada penyesuaian kembali cara hidup di era new normal yang akan membawa corak baru pada kehidupan lansia. “Ada tiga faktor yang dapat menjaga keseimbangan lansia dalam keluarga di era new normal ini, yakni faktor biologi dengan memenuhi kebutuhan fisik lansia dengan meningkatkan daya tahan tubuh, faktor psikologis dengan memenuhi kebutuhan mental lansia untuk disayangi dan dilindungi, serta faktor sosial budaya dengan memberikan sikap dan perilaku yang membuat lansia dihormati dalam keluarga,” tambah Meutia Hatta. 

Lebih lanjut, Menteri PPPA Periode 2014-2019, Yohana Susana Yembise menuturkan pencanangan Gerakan Sayangi Lansia (GSL) pada 2018 menjadi sebuah momentum komitmen bersama untuk melindungi dan memenuhi hak lansia. “Ini harus terus dilanjutkan dengan memperkuat komitmen untuk memberikan edukasi dan pemahaman pada seluruh keluarga Indonesia bahwa lansia harus dilindungi, dimuliakan, dan ditempatkan pada posisi yang sesuai. Optimalkan seluruh potensi yang dimiliki oleh lansia dan memandang mereka aset yang berharga bagi kemajuan bangsa. Janganlah kita memandang lansia sebagai objek, melainkan sebagai subjek pembangunan. Lansia juga harus bisa bangkit menghadapi era new normal ini dan tidak boleh menyerah dengan keadaan yang ada. Dalam hal ini peran pendamping terutama keluarga menjadi sangat penting untuk dilakukan dengan baik,” tutur Yohana Yembise. 

Berdasarkan Proyeksi Penduduk hasil Survei Penduduk Antar Sensus 2015 (Badan Pusat Statistik) pada 2020, jumlah lansia di Indonesia sebesar 10,65 persen dari jumlah penduduk atau sekitar 28 juta orang. Adapun persentase lansia perempuan lebih besar dibandingkan laki-laki, yaitu perempuan sebesar 52,34 persen dan laki-laki sebesar 47,66 persen. Proyeksi BPS ini juga menggambarkan persentase penduduk lansia terus meningkat sampai dengan tahun 2045, yaitu dari 9% pada tahun 2015 menjadi hampir 20% pada tahun 2045. Berdasarkan data-data tersebut, sudah sepantasnya kita memberikan perhatian khusus terhadap lansia dalam program pembangunan kita, apalagi melihat data lansia yang akan terus bertambah secara signifikan dari tahun ke tahun. 

DKP3A Kaltim – KIP Siap Kolaborasi

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menerima kunjungan audiensi Komunitas Insan Peduli- Sedekah Seribu Sehari (KIP-S3) Kota Samarinda, didampingi oleh Sekretaris DKP3A Kaltim Zaina Yurda, Kabid KG Dwi Hartini. Senin (22/6/2020).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, pihaknya siap mendukung program kegiatan yang dilakukan KIP yang menyasar perempuan dan anak.

Komunitas inilah yang menggalakkan Sedekah Seribu Sehari (S3). Dari uang seribu yang terkumpul kemudian diberikan pada warga yang membutuhkan.

“Untuk kegiatan seperti itu kami sangat mendukung sekali karena bisa membantu masyarakat yang kurang mampu dalam perekonomiannya. Kegiatan ini sangat  menginspirasikan semua kalangan masyarakat dengan mengumpulkan uang koin,” ujarnya.

Halda menambahkan, perempuan juga harus dibekali dengan pengetahuan untuk meningkatkan perekonomian dan kualitas keluarga. Kedepan, ia siap berkolaborasi dengan KIP Samarinda.

“Perempuan harus diberi peluang dan kesempatan, maka mereka akan mampu meningkatkan kualitas hidupnya secara mandiri. Perempuan dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara juga mampu menjadi motor penggerak dan motor perubahan,” imbuhnya.

Audiensi ini dihadiri oleh anggota KIP yaitu Mahdalena, Sabinah, Wiwi Widaningsih, dan Siti Nurul Chotimah. (dkp3akaltim/rdg)

Radalgram Bangga Kencana, Perlu Strategi Untuk Memenuhi Layanan Ber-KB Masyarakat

Samarinda — BKKBN Kaltim melakukan Rapat Pengendalian Program (Radalgram) Bangga Kencana Perwakilan Kaltim dan Kaltara secara virtual melalui Zoom Meeting, Senin (22/6/2020).

Kepala Perwakilan BKKBN Kaltim M Edi Muin mengatakan, trend capaian kesertaan ber-KB dalam waktu 1-2 bulan terakhir ini mengalami penurunan, hal ini berkolerasi dengan tingkat kehamilan yang naik, sehingga perlu dilakukan strategi untuk tetap memenuhi layanan ber-KB bagi masyarakat dengan memenuhi alokon ke jejaring dan jaringan sebagai rantai pasok.

Sementara, penigkatan capaian CPR rata-rata Kaltim naik sebesar 1,2 point dari data bulan April 70,9% (454.745 peserta aktif dari 641.502 pasangan usia subur / PUS).

“Sedangkan dalam upaya penurunan unmet need (PUS yang tidak terlayani untuk ber-KB) dari Bulan April 2020 sebesar 15,6 menjadi 15,5 di bulan Mei 2020 (meningkat 0,1 point),” ujarnya

Selanjutnya, Pencapaian Peserta Baru (PB) Total terhadap PPM sampai dengan Bulan Mei di Kaltim sebesar 19,18 dan Kaltara 25,33. Pencapaian PB IUD terhadap PPM sampai dengan Bulan Mei di Kaltim sebesar 29,89 dan Kaltara 10,37. Pencapaian PB MOW terhadap PPM sampai dengan Bulan Mei di Kaltim sebesar 38.15 dan Kaltara 108,03. Pencapaian PB Implant terhadap PPM sampai dengan Bulan Mei di Kaltim sebesar 30,03. dan Kaltara 10,02. Pencapaian PB Suntikan terhadap PPM sampai dengan Bulan Mei di Kaltim sebesar 28,57. dan Kaltara 65,66. Pencapaian PB PIL terhadap PPM sampai dengan Bulan Mei di Kaltim sebesar 8,35. dan Kaltara 6,36. Pencapaian PB Kondom terhadap PPM sampai dengan Bulan Mei di Kaltim sebesar 11,97. dan Kaltara 35, 00.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 68 sambungan terdiri dari Pejabatan Administrator dan Pengawas, Koordinator Lapangan (Korlap) Kaltara, OPD KB Provinsi (Kaltim dan Kaltara, 10 Kabupaten./Kota OPD KB se Kaltim, 5 Kabupaten./Kota OPD KB se Kaltara. (dkp3akaltim/rdg)