Himpun Sinergitas Penyusunan Suara Anak Indonesia Tahun 2020

Jakarta — Menjelang peringatan Hari Anak Nasional (HAN) Tahun 2020 yang diperingati setiap 23 Juli, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menyelenggarakan berbagai rangkaian kegiatan, salah satunya pertemuan Forum Anak Nasional (FAN) yang dihadiri oleh anak – anak dari seluruh kabupaten/kota se-Indonesia.
Dalam pertemuan tersebut, anak – anak akan merumuskan Suara Anak Indonesia (SAI) sebagai bentuk representasi aspirasi, kebutuhan, keinginan, bahkan kekhawatiran anak Indonesia dalam isu pemenuhan hak dan perlindungan khusus anak. Suara Anak Indonesia inilah yang akan disampaikan pada puncak HAN.
“Hasil Suara Anak Indonesia akan disampaikan langsung kepada Presiden Republik Indonesia pada puncak peringatan HAN, seperti yang telah dilakukan pada tahun – tahun sebelumnya. Oleh karenanya, kami berharap adanya sinergi dan dukungan yang kuat dari seluruh pihak yang terlibat dalam Forum Anak, utamanya dukungan dari Dinas PPPA sebagai pendamping Forum Anak,” ungkap Asisten Deputi Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak Kemen PPPA, Lies Rosdianty dalam Rapat Konsultasi Penyusunan Suara Anak Indonesia Tahun 2020, Senin (8/6/2020). Hadir dalam rapat tersebut pengurus FAN, perwakilan Forum Anak Daerah, Fasilitator FAN, dan Dinas PPPA dari 34 Provinsi di seluruh Indonesia.
Kegiatan konsultasi berlangsung selama 2 jam dan dibagi menjadi dua sesi, yaitu sesi pemaparan Panduan Penyusunan SAI oleh Kepala Bidang Partisipasi Anak Kemen PPPA, Skriptandono, dan sesi diskusi yang diikuti oleh seluruh peserta. Meskipun metode dan teknis penyusunan SAI tahun ini berbeda karena dilakukan melalui media virtual, namun prinsip penyusunannya masih sama seperti tahun – tahun sebelumnya, yakni independen, representatif, inklusif, dan fleksibel. Prinsip tersebut dipertahankan agar tidak menghilangkan keautentikan dari SAI itu sendiri.
“Selain mendampingi proses penyusunan Suara Anak Indonesia, Kemen PPPA juga bertanggung jawab untuk menindaklanjuti Suara Anak Indonesia dengan menyampaikan Suara Anak kepada pihak – pihak terkait, baik kepada kementerian/lembaga, dunia usaha, lembaga masyarakat, maupun media,” ujar Skriptandono.
Penyusunan Suara Anak Indonesia akan berlangsung selama kurang lebih 1 (satu) bulan sejak 4 Juni hingga 10 Juli 2020. Selama 1 bulan tersebut setidaknya akan ada 7 pertemuan yang dilakukan secara virtual untuk menampung suara anak secara berjenjang mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga tingkat nasional. Diharapkan Suara Anak Indonesia yang dihasilkan, menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan, agar benar-benar memerhatikan kepentingan terbaik bagi anak Indonesia.
Semula, pertemuan FAN Tahun 2020 akan dilakukan di Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat. Namun, dikarenakan kondisi wabah pandemi Covid-19, maka pertemuan tersebut dibatalkan. Meskipun demikian, penyusunan SAI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari puncak peringatan HAN tetap akan dilakukan melalui media virtual, dengan tetap melibatkan suara anak dari seluruh Indonesia. (publikasidanmediakemenpppa)

Perkuat Relasi Keluarga sebagai Pengasuh Utama dan Pertama Anak di Era New Normal

Samarinda — Anak menjadi salah satu kelompok rentan yang seringkali mengalami berbagai kekerasan, eksploitasi, dan pelanggaran hak-hak lainnya akibat pengasuhan yang tidak baik, khususnya di tengah pandemi Covid-19. Oleh karena itu, peran orangtua dan keluarga sebagai pengasuh utama dan pertama begitu penting dalam memberikan pengasuhan positif bagi anak, guna memenuhi hak-haknya dan melindungi anak terutama memasuki era new normal.

“Melihat kondisi pengasuhan di Indonesia saat ini, terdapat 79,5 juta anak Indonesia (Profil Anak Indonesia Kemen PPPA, 2019) yang harus dipenuhi hak-haknya dan diberikan perlindungan secara khusus. Selain itu, sebanyak 3,73% balita diketahui mendapat pengasuhan tidak layak (Susenas MSBP, 2018). Angka ini cukup besar jika dilihat dalam angka absolutnya dari jumlah seluruh anak di Indonesia,” ungkap Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kemen PPPA, Lenny N. Rosalin dalam Webinar “Orangtuaku Sahabat Terbaikku” dengan tema Penguatan Relasi Keluarga, sebagai rangkaian acara menyambut Hari Anak Nasional (HAN) 2020, Rabu (10/06/2020).

Lenny menuturkan dalam menindaklanjuti hal tersebut, pentingnya mengajak seluruh keluarga untuk memberikan pengasuhan dengan memenuhi hak-hak anak, serta memberikan perlindungan khusus bagi anak yang memerlukannya. Hal ini dapat dilakukan dengan memperkuat relasi antara anak dengan anggota keluarga, agar pengasuhan berbasis hak anak dapat semakin dipahami oleh orangtua, wali atau pengasuh di luar keluarga inti dan di lembaga pengasuhan alternatif, demi mewujudkan anak yang lebih berkualitas dan demi kepentingan terbaik anak.

“Saat ini, masih banyak anak di Indonesia yang belum terpenuhi bahkan dilanggar hak-haknya. Di antaranya yaitu rendahnya kesadaran keluarga untuk mengurus akta kelahiran bagi anak. Pada April 2020, Data Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menunjukan baru ada sekitar 73,7 juta anak yang memiliki akta kelahiran di Indonesia,” ujar Lenny.

Berdasarkan cakupan kepemilikan akta kelahiran anak di Indonesia, ada 9 (Sembilan) provinsi yang kepemilikan akta kelahirannya masih di bawah target nasional yaitu 85% (Data Konsolidasi Bersih Kemendagri, 31 Maret 2020). “Jika tidak memiliki akta kelahiran, anak akan mengalami kendala dalam mengakses skema-skema perlindungan sosial, seperti pendidikan maupun layanan kesehatan karena akta kelahiran merupakan prasyarat utama untuk mendapatkan akses tersebut,” jelas Lenny.

Menurut Lenny, hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran hak anak, akibat kesalahan orangtua yang tidak peduli, ataupun peduli tetapi aksesnya yang sulit dijangkau. “Masalah ini harus ditangani bersama, Kemen PPPA juga berupaya mencari solusi dengan membahasnya secara lintas kementerian. Kami juga terus melakukan sosialisasi dan advokasi kepada masyarakat terkait pentingnya kepemilikan akta kelahiran bagi anak,” terang Lenny.

Di sisi lain, masalah perkawinan anak juga masih marak terjadi di Indonesia, banyak orangtua yang membiarkan hak anak terlanggar dalam hal ini. Diketahui 1 dari 9 atau 11% perempuan di Indonesia berusia 20-24 tahun menikah di usia anak (Data BPS, 2019).

Selain itu, dalam hak kesehatan dasar, sebanyak 27,67% balita mengalami stunting, 16,29% dengan berat badan di bawah normal (underweight), dan 7,44% tergolong kurus (wasting) (Survei Status Gizi Balita, 2019). Di samping itu, 9,87% anak berusia 0-17 tahun mengkonsumsi kalori di bawah 1400 kkal (IPHA Kemen PPPA, BPS).

Terkait hak pendidikan, angka buta huruf anak berusia 15 tahun ke atas di Indonesia mencapai 4,3%. Untuk rata rata lama sekolah yaitu 8,6 tahun, padahal target yang ditetapkan adalah wajib belajar 12 tahun (Susenas BPS, Maret 2018).

“Untuk itu, kita harus meningkatkan pemahaman dan kapasitas orangtua dan keluarga untuk melakukan aksi nyata dalam peran pengasuhan. Hal ini bertujuan untuk mendorong anak agar berpendidikan lebih tinggi, memiliki gizi lebih baik, menekan angka perkawinan anak, memenuhi kepemilikan akta kelahiran anak, serta memenuhi hak-hak anak lainnya,” ujar Lenny.

Adapun hak-hak anak lainnya yang harus dipenuhi yaitu mendapatkan kartu identitas anak, didampingi saat mengakses informasi, didengarkan suaranya, bermain di tempat yang aman, diawasi saat bermain, semua anak harus sehat melalui pemberian ASI Eksklusif dan makanan pendamping ASI, diberikan imunisasi, diajarkan perilaku hidup bersih sehat, tidak terpapar rokok, mengembangkan bakat anak, dan memanfaatkan waktu luang anak dengan kegiatan-kegiatan yang posotif, inovatif dan kreatif, serta melindungi dari berbagai tindak kekerasan, elsploitasi, diskriminasi dan perlakuan salah lainnya.

Lenny menjelaskan upaya yang dapat dilakukan untuk membangun relasi keluarga yang kuat terutama di masa pandemi memasuki era new normal ini, melalui pengasuhan dengan kasih sayang, kelekatan, keselamatan dan kesejahteraan yang menetap dan keberlanjutan, demi kepentingan terbaik bagi anak.

“Bentuk relasi yang dapat dibangun ayah dan ibu dalam keluarga, yaitu menyediakan afeksi, pengasuhan dan kenyamanan anak, mempromosikan kesehatan keluarga, menjadi role model yang positif bagi anak, menjadi guru yang kreatif mendampingi anak belajar di rumah, berkreasi membuat anak agar tidak bosan, menciptakan suasana menyenangkan dan gembira, menjadi sahabat bagi anak, kita harus dorong sebuah relasi yang positif,” tambah Lenny.

Pada rangkaian webinar tersebut, Pakar Psikolog dan Keluarga, Alissa Wahid mengungkapkan ada 4 (empat) tantangan kehidupan keluarga di masa pandemi Covid-19, di antaranya yaitu tekanan psikososial ekonomi pribadi dan keluarga, ketidakpastian masa depan, keterbatasan ruang psikologis pribadi akibat berbagi ruang selama masa #dirumahaja, fondasi keluarga dan hubungan antar anggota keluarga.

Alissa menegaskan, anak menjadi seperti apa, itu adalah tanggungjawab orangtua. “Jangan mencemaskan apakah anak-anak kita dapat menjadi orang yang baik. Cemaskanlah apakah kita dapat menjadi orangtua yang baik bagi anak-anak kita,” tambah Alissa.

Di samping itu, Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto mengungkapkan, orangtua harus memposisikan diri sebagai pertama dan utama dalam pengasuhan anak di keluarga dan harus bisa menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, gembira, dan penuh senyuman. Tidak boleh ada kekerasan karena hanya akan merusak karakter anak.

“Apakah kita sudah menjadi orangtua yang efektif? Menjadi sahabat bagi putra putri kita? Orangtua sering berada di dekat anak, namun sayangnya sering pula tidak hadir di hati anak. Hal tersebut bisa dimulai dengan melakukan rapat keluarga. Dengarkan suara putra-putri kita. Beri anak contoh demokratisasi di rumah melalui Majelis Permusyawaratan Rumah (MPR),”

Kak Seto juga mengingatkan untuk selalu memberikan apresiasi pada anak. Orangtua harus terus belajar bagaimana memahami perkembangan anak dan berkomunikasi efektif dengan anak. “Jadilah Orangtua bijak yang mendidik anak sesuai dengan zamannya. Jangan bermimpi mempunyai anak penurut, tapi bermimpilah mempunyai anak yang bisa diajak bekerjasama. Mari kita ciptakan Indonesia Layak Anak dimulai dari rumah, lingkungan RT, RW, Kelurahan, dan seterusnya,” tutup Kak Seto.