Kesenjangan Sumbangan Pendapatan Perempuan Kaltim Tinggi, DKP3A Kaltim Gelar Pengembangan KIE

Balikpapan — Kepala Dinas Kependudukan, pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, masih terdapat ketidaksetaraan pembangunan di Kalimantan Timur. Berdasarkan dari capaian tahun 2021 menunjukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kaltim di posisi 3 besar dari 34 provinsi dan Kota Balikpapan menempati urutan pertama dari 10 kabupaten/ kota. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kaltim menempati di posisi 32 dari 34 provinsi dan Kota Balikpapan menempati urutan pertama dari 10 kabupaten/kota. Sementara Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) di posisi 25 dari 34 provinsi dan Kota Balikpapan menempati urutan kedua 10 kabupaten/kota.

Balikpapan memiliki berbagai potensi, sehingga menjadi wilayah strategis dalam menunjang terwujudnya Ibu Kota Negara di Penajam Paser Utara. Dari sisi ekonomi Balikpapan merupakan wilayah kedua tertinggi  namun pembangunan ekonomi terpilah menggambarkan adanya kesenjangan yang cukup tajam khusunya pada sumbangan  pendapatan perempuan.

“Pada tahun 2021 mengalami penurunan 0,34 dari tahun sebelumnya,” ujar Soraya pada kegiatan Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Pemberdayaan Perempuan Kewenangan Provinsi, berlangsung di Hotel Horison Sagita Balikpapan, Rabu (28/9/2022).

Ia menambahkan, jumlah perempuan sebagai sumber daya manusia yang besar menjadi potensi namun disisi lain kapasitasnya masih belum optimal, bahkan sebagian besar masih menjadi beban pembangunan.

Seperti diketahui lima arahan Presiden kepada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, salah satunya adalah peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan. Arahan ini tentu menjadi pedoman bagi seluruh sektor pemberdayaan perempuan termasuk di Kaltim.

“Seperti kita ketahui kesenjangan sumbangan pendapatan perempuan Kaltim cukup tinggi. Implementasi pemberdayaan perempuan melalui kewirauhaan menjadi strategi yang tepat untuk mempersempit kesenjangan pada sektor ekonomim khususnya,” terang Soraya.

Soraya menyebutkan, berdasarkan Online Data System (ODS) Kementerian Koperasi dan UKM, data UMKM terpilah Balikpapan untuk laki-laki sebanyak 32.622 dan perempuan sebanyak 26.567.

Pemprov Kaltim juga telah berkomitmen dalam pemberdayaan perempuan, yang tertuang dalam Misi Satu Gubernur yaitu Berdaulat Dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia dan Berdaya Saing, Terutama Perempuan, Pemuda dan Penyandang Disabilitas.

“Komitmen ini perlu dikuatkan dan dipromosikan oleh semua sektor agar bisa berpartisipasi dalam upaya pemberdayaan perempuan,” katanya.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 peserta terdiri dari PEKKA, UMKM, OPD terkait lingkup Kota Balikpapan. Hadir menjadi narasumber DP3AKB Jawa Barat Ade Rahmawati, Kepala Dinas DP3AKB Balikpapan Alwiati, dan Ketua DPP Perkumpulan Pengusaha Kuliner Nusantara Artha Mulya. (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Sosialisasikan Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan Terhadap Anak

Tanjung Redeb — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim bekerja sama dengan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Berau menggelar Pengembangan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus Kewenangan Provinsi melaui Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Korban Kekerasan Terhadap Anak tahun 2022, berlangsung Hotel Palmy, Kamis (29/9/2022).

Wakil Bupati Berau Gamalis mengatakan, mendukung dan mengapresiasi kegiatan ini karena Kabupaten Berau saat ini sedang menuju kabupaten layak anak.

Kekerasan anak ini sangat berdampak secara jangka panjang. Sehingga harus dilakukan pencegahan agar tidak terjadi. Permasalahan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan adalah merupakan tanggung jawab semua pihak.

Yang perlu dilakukan dalam penanganan lintas sektor adalah penguatan fungsi koordinasi dengan jejaring sesuai kebutuhan korban, asesmen, pendampingan dan mediasi korban. Juga memberikan pelayanan secara terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan dalam rangka pemenuhan hak atas kebenaran, keadilan, pemulihan dan perlindungan.

Sebagai upaya pencegahan tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak membutuhkan kerjasama dari berbagai kalangan. Perlu adanya kesadaran yang tinggi dalam mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan perempuan dan anak.

“Selain itu diperlukan langkah-langkah yang konkrit, terkoordinasi, terencana, menyeluruh dan berkelanjutan karena isu-isu perlindungan perempuan merupakan isu lintas program,” ujar Gamalis.

Ia berharap para garda depan, termasuk lingkungan sekolah sama-sama mengawal agar anak-anak ini tercegah dari kekerasan.

Sementara Kepala Dinas KP3A Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kepala Bidang PPPA Junainah mengatakan, berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) per 1 September 2022 menunjukan persentase jumlah kekerasan yang terjadi di Kaltim yaitu 49,6% adalah dewasa dan 50,4% korban anak. Kekerasan anak terbanyak terdapat pada kekerasan seksual sebanyak 192 korban sedangkan pada dewasa terdapat pada kekerasan fisik sebesar 211 korban. Kekerasan anak dan perempuan terbanyak terjadi pada rumah tangga yaitu 124 korban anak dan 184 korban dewasa.

“Jumlah kasus sebanyak 579 kasus. Kasus terbanyak berada di Kota Samarinda sebanyak 293. Sementara untuk Kabupaten Berau terdata 18 kasus kekerasan,” ujar Junainah.

Ia juga berharap kegiatan ini dapat mendorong keluarga menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak.

“Selain itu meningkatkan kepedulian semua pihak terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak di Kaltim,” tutup Junainah. (dkp3akaltim/rdg)

Cegah Stunting, MUI dan FKUB Kaltim Gelar Talkshow

Samarinda — Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga (KPRK) MUI Kaltim bekerjasama dengan Perempuan Lintas Agama (PERLITA) dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kaltim menggelar acara talkshow “Mencegah Stunting Menuju Generasi Kuat dan Cerdas” berlangsung di Ruang Serbaguna Ruhui Rahayu Kantor Gubernur Kaltim, Sabtu (24/9/2022).

Talkshow mencegah stunting menghadirkan empat orang narasumber yakni Dosen Universitas Mulawarman Dr. Dr. Nataniel Tandirogang, M.Si, Kepala Dinas KP3A Kaltim Hj. Noryani Sorayalita, SE, MMT , KPRK MUI Kaltim Dr. Hj. Siti Shogirah, M.Ag, dan perwakilan Perlita FKUB Kaltim Dr. Sonja Verra T Lumowa, M.Kes.

Talkshow dibuka oleh Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kaltim dr. H. Jaya Mualimin, Sp.KJ, M. Kes, MARS mewakili Gubernur Kaltim Dr. Ir. H. Isran Noor, M.Si. Dalam sambutannya Gubernur Kaltim menyambut baik digelarnya kegiatan talkshow cegah stunting garapan MUI dan FKUB Kaltim.

Ia pun berharap talkshow ini dapat dijadikan sebagai momentum bagi kita semua untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Kaltim yang sehat, kuat dan sejahtera. Serta mendukung pelaksanaan pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur khususnya Pelaksanaan Program Bangga Kencana di Provinsi Kalimantan Timur.

Lebih lanjut dijelaskan Angka Stunting di Kaltim sudah berkurang hingga 6 persen. Menurut Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 angka prevalensi stunting di Kaltim berada di bawah rata-rata Nasional.

“Angka prevalensi Stunting pada tahun 2021 lalu berdasarkan data SSGI telah mencapai 22,8%, lebih rendah dari nasional 24,4%,” ujarnya.

Pemprov Kaltim telah menargetkan kepada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kaltim agar mampu menurunkan prevalensi stunting menjadi 12,83% pada tahun 2024 nanti.

“Ini tentu menjadi perhatian serius dan diperlukan kerja keras secara bersama-sama untuk mencapai target tersebut,” harapnya.

Sebelumnya Ketua MUI Kaltim KH. Muhammad Rasyid, dalam sambutannya menyampaikan rasa syukurnya atas terlaksananya kegiatan talkshow ini, tidak lupa ia menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pemprov Kaltim, pihak sponsor dan narasumber atas dukungannya sehingga acara terlaksana dengan lancar.

Lebih lanjut disampaikan, talkshow ini dihadiri  lebih dari 200 orang, melebihi target sebanyak 150 orang peserta, yang berasal dari perguruan tinggi, sekolah, majelis taklim, organisasi perempuan, ormas keagamaan, pondok pesantren, dan PAUD/TK di Kaltim.

Menurutnya tema yang diangkat yakni mencegah stunting menjadi tema yang selalu hangat didiskusikan, dan menjadi hal yang serius untuk dituntaskan, “bahkan menjadi salah satu bahan debat calon presiden RI pada tahun 2019,” ujarnya.

Ketua MUI Kaltim ini menjelaskan, Ilmu Syariah dalam Islam ada dalam 5 kelompok, salah satunya adalah memelihara generasi penerus selanjutnya, termasuk pernikahan. Perkawinan berpengaruh pada generasi selanjutnya. Dalam Al Quran Surah Annisa ayat 9 mengingatkan agar keturunannya jangan sampai lemah. Yang berpengaruh pada masa depan generasi penerus.termasuk praktek pernikahan dini.

“Kultur Kawin usia dini, bisa berdampak pada pelemahan generasi penerus,” kata Rasyid.

Hal senada disampaikan Ketua Panitia Prof. Dr. Drh. Hj. Gina Saptiani, M.Si, yang menuturkan latar belakang digelarnya talkshow “Cegah Stunting Menuju Generasi Kuat dan Cerdas”. Selama ini pihaknya menggelar secara umum tidak hanya stunting, tapi edukasi bagi ibu, anak dan perempuan pada umumnya.

“Alhamdulillah, kami hari ini menggelar kegiatan yang lebih spesifik terkait tema stunting dengan narasumber yang ahli dibidangnya, mereka akan menyuguhkan informasi aktual terkait pencegahan stunting,” kata Gina.

Sementara itu, Dr. Hj. Aminah Djafar Sabran, M.Pd Ketua Perempuan Lintas Agama (PERLITA)  Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kaltim menyampaikan apresiasi kepada panitia yang telah bekerja keras dan tentunya dengan dana yang terbatas mengingat belum turunnya anggaran dari pemerintah.

“Walaupun anggaran dari pemerintah belum turun beberapa kegiatan telah dilaksanakan, termasuk kegiatan hari ini talkshow mencegah stunting hari ini,” kata Aminah.

Saat talkshow,  pemateri pertama, Dr. Dr. Nataniel Tandirogang, M.Si – Dosen Universitas Mulawarman menjelaskan pengaruh stunting pada pertumbuhan dan kecerdasan otak anak.

Pemateri kedua, Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kalimantan Timur Hj. Noryani Sorayalita, SE, MMT, menyampaikan materi hubungan pernikahan usia anak dan dampaknya pada kasus stunting.

Pemateri ketiga,  Dr. Hj. Siti Shogirah, M.Ag  dari Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga (KPRK) MUI Kaltim menyampaikan kajian dari perspektif Islam, berikut dalil-dalil dalam Quran dan Hadist yang mencerahkan terkait stunting.

Terakhir pemateri keempat, menampilkan Dr. Sonja Verra T Lumowa, M.Kes dari  Perempuan Lintas Agama (PERLITA)  Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kaltim, yang juga seorang peneliti/dosen dari Universitas Mulawarman yang menyampaikan hasil penelitian terkait sumberdaya lokal Kaltim yang sangat banyak murah, bergizi dan bisa menjadi solusi penyelesaian masalah stunting.(hel/vivaborneo)

DKP3A Kaltim Gelar Advokasi KIE Penurunan Stunting

Bontang — Data Stunting  di Indonesia, menurut Riskesdas Kementerian Kesehatan, angka stunting nasional mengalami penurunan dari 37,2% pada 2013 menjadi 30,8% pada 2018. Menurut Survei Status Gizi Balita  Indonesia (SSGBI) pada 2019 menjadi 27,7%, tahun 2021 sebesar 24,4%. Sementara untuk nasional pada tahun 2024 Pemerintah menargetkan menjadi 14%.

“Tahun  2022 penurunan stunting lebih dari 3% atau paling sedikit 3%. Oleh karena itu intervensi spesifik dan intervensi sensitif harus benar-benar dijalankan dengan baik karena target akhir di tahun 2024 menjadi 14%,” ujar Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Permepuan dan Perlidnungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita saat membacakan sambutan Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi pada kegiatan Advokasi Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Penguatan Kerjasama Anggota Tim Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2022, berlangsung di Hotel Bintang Sintuk Bontang, Kamis (22/9/2022).

Di Provinsi Kalimantan Timur, lanjut Soraya, persentase Stunting pada tahun 2019, sebesar 28,09% dan tahun 2021 sebesar 22,8%. Data Stunting kabupaten/kota di Provinsi Kaltim yaitu empat kabupaten/kota adalah Kutai Kartanegara, Kota Balikpapan, Mahakam Ulu dan Samarinda yang memiliki angka lebih rendah dari persentase rerata Provinsi.

“Sedangkan untuk enam kabupaten/kota lainnya adalah Kutai Timur, PPU, Kukar, Bontang, Berau dan Paser, yang memiliki persentase Stuntingnya  masih berada di atas rerata Provinsi,” ujar Soraya.

Pada tingkat provinsi telah dibentuk Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) dengan Keputusan Gubernur Nomor 463/K.159/2022 tentang Pembentukan Tim Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Kalimantan Timur, pada tanggal 14 Maret 2022.

Selain itu, mengingat Kaltim akan menjadi Ibu Kota Negara perlu kiranya usaha   peningkatan kapasitas masyarakat atau sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan dan tantangan agar dapat ikut serta dan berperan aktif dalam sektor – sektor pembangunan.

“Salah satunya melalui  penurunanan angka stunting,” imbuhnya.

Sementara Kepala Bidang PPKB Syahrul Umar mengatakan, berdasarkan data e-Infoduk DKP3A Kaltim, jumlah penduduk Kota Bontang sebanyak 185.393 jiwa atau 4,82% dari jumlah penduduk Kaltim dengan rincian laki-laki 96.113 jiwa (52%) dan perempuan 89.280 (48%).

“Untuk jumlah balita di Kota Bontang sebanyak 16.273 jiwa (9%). Sementara jumlah usia produktif 15-24 tahun sebanyak 645.121 jiwa,” ujar Syahrul.

Saat ini, angka prevalensi stunting Kota Bontang adalah 26,3%. Sedangkan jumlah Balita stunting di Bontang Selatan sebanyak 483 balita, Bontang Utara sebanyak 694 dan Bontang Barat sebanyak 1.156 balita. Untuk keluarga beresiko stunting di Bontang Selatan sebanyak 7.114, Bontang Utara sebanyak 8.724 dan Bontang Barat sebanyak 14.840.

Ditengah ketatnya kompetisi dan perkembangan dunia yang semakin dinamis dengan jumlah penduduk usia produktif yang besar dan jumlah penduduk usia anak yang cukup tinggi pula, jika tidak dikelola dengan baik tentu akan menimbulkan berbagai permasalahan nantinya.

“Oleh karenanya usaha dan aksi percepatan pencegahan stunting perlu dilakukan bersama-sama bukan hanya pemerintah, OPD lintas sektor tapi juga lembaga non pemerintah serta masyarakat,” ujarnya.

Hadir menjadi narasumber Wakil Walikota Bontang Najirah dan Kabis Kesmas Dinkes Bontang Jamila Suyuthi. Tampak hadir Sekda Kota Bontang Aji Erlinawati  (dkp3akaltim/rdg)

DKP3A Kaltim Gelar Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Lembaga Penyedia Layanan Pemberdayaan Perempuan di Paser

Tana Paser — Capaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terpilah Paser untuk laki-laki tahun 2020 adalah 77,44, sementara perempuan 55,1. Terdapat kesenjangan yang cukup tajam dalam mendapatkan kemudahan akses, partisipasi, manfaat dan kontrol dalam pembangunan yaitu sebesar 22,34 poin. 

“Hal ini menempatkan Paser pada peringkat terkahir di Kaltim. Sementara Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Paser pada tahun 2020 terjadi penurunan sebesar 0,26 dari tahun 2019,” ujar Kepala Dinas Penegndalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (P2KBP3A) Paser Amir Faisol saat membacakan sambutan Bupati Kabupaten Paser Fahmi Fadli pada kegiatan Peningkatan Kapasitas Sumberdaya Lembaga Penyedia Layanan Pemberdayaan Perempuan, berlangsung di Hotel Grand Sadurengas Paser, Kamis (15/9/2022).

Sebagai upaya penguatan, Pemerintah Kabupaten Paser telah menginisiasi beberapa inovasi dalam rangka meningkatkan peran perempuan dalam bidang ekonomi salah satunya dengan Pembentukan Kelompok Usaha Perempuan Satu Desa Satu Kelompok Usaha Perempuan (SATE PUAN).

Ia berharap ke depan Pemkab Paser dan seluruh stakeholder terkait akan terus memberikan kesempatan yang lebih luas kepada perempuan agar kontribusi yang diberikan dapat lebih optimal. Ini bertujuan untuk mengingkatkan kualitas ekonomi perempuan pedesaan yang memiliki kesadaran kritis dan komitmen untuk mendorong perubahan desa dalam penanganan isu-isu gender dalam kehidupan sehari-hari. Selaijn itu sebagai wujud perhatian pemerintah dalam meningkatkan aktualisasi perempuan sejak dari akar rumput.

Sementara Kepala Bidang Kesetaraan Gender Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlidungan Anak (DKP3A) Kaltim Dwi Hartini dalam laporannya mengatakan, berdasarkan Data BPS RI, data pengeluaran per-kapita yang disesuaikan menurut jenis kelamin di Paser pada tahun 2021 capaian pengeluaran perempuan mencapai Rp.2.965.000/tahun, sedangkan pada tahun 2020 capaiannya Rp. 2.902.000.

“Melihat dari perbandingan data ini terjadi kenaikan 1,0 persen,” ujar Dwi.

Sementara untuk laki-laki pada tahun 2021 capaiannya Rp 17.502.000/tahun, untuk tahun 2020 capaiannya Rp 16.973.000 atau terjadi kenaikan 1,0 persen.. Dari perbandingan data pengeluaran tersebut di Kabupaten Paser memang terjadi kenaikan dari tahun 2021 – 2020 baik perempuan maupun laki-laki.

“Yang menjadi perhatian dari data ini yaitu capaian pengeluaran perempuan. Sekali pun terjadi kenaikan dari capaiannya namun kesenjangan masih terlihat cukup jauh pada pengeluaran per-kapita di Kabupaten Paser antara perempuan dan laki-laki,” imbuh Dwi.

Dengan kegiatan ini diharapkan menjadi salah satu jalan dalam pemulihan ekonomi di Kaltim khususnya di Paser terutama bagi pelaku ekonomi perempuan.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 peserta terdiri dari pelaku UMKM, dan organisasi wanita Paser. Hadir menjadi narasumber Deputi Kesetaraan  Gender Lenny N Rosalind an Ketua Pembina Mompreneur Kaltim Windie Karina Farmawati. (dkp3akaltim/rdg)

Badan Publik Harus Perhatikan Empat Aspek Pelaksanaan Keterbukaan Informasi

Samarinda — Keterbukaan Informasi dikalangan Pemerintah terus dituntut karena Komisi Informasi (KI) melakukan evaluasi dan monitoring secara berkesinambungan. Secara tidak langsung publik akan menilai sejauh mana kinerja badan publik saat melihat predikat dari KIP.

Ketua KI Pusat Donny Yoesgiantoro, mengatakan pelaksanaan keterbukaan informasi publik yang berkualitas itu harus memperhatikan empat aspek yakni availability, accessibility, acceptability dan affordability.

“Jadi badan publik dalam melaksanakan keterbukaan informasi publik itu harus memperhatikan availability yaitu informasinya harus tersedia, kemudian accessibility yaitu informasi itu bisa diakses. Misalnya di Kepolisian tersedia informasi tapi tidak bisa diakses, ya percuma,” kata Donny keynote speech pada Sosialisasi dan Bimtek Monitoring Kepatuhan Badan Publik di Kaltim secara virtual, Selasa (20/9/2022).

Donny menegaskan, pelayanan informasi publik serta pemenuhan akses informasi bagi masyarakat merupakan jaminan hak asasi yang diatur dalam Pasal 28F Undang Undang Dasar.

“Jadi publik tidak boleh dihalang-halangi untuk mendapat informasi tidak terkecuali orang yang berkebutuhan khusus, kecuali terhadap informasi yang dikecualikan,” ucapnya.

DKP3A Kaltim Gelar Rapat Persiapan Pelaporan Bidang Perubahan Perilaku dan Pendampingan Keluarga

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menggelar Rapat Persiapan Pelaporan Bidang Perubahan Perilaku dan Pendampingan Keluarga Semester l, di Ruang Rapat Kartini DKP3A Kaltim, Senin (19/9/2022).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Noryani Sorayalita melalui Kepala Bidang PPKB Syahrul Umar mengatakan, berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur Nomor : 463/K.159/2022 Tentang Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Daerah Provinsi Kalimantan Timur, kedudukan DKP3A Kaltim yaitu sebagai Sekretaris Pelaksana bersama Perwakilan BKKBN Kaltim, Koordinator Bidang Perilaku dan Pendampingan Keluarga, serta Anggota Bidang Koordinasi, Konvergensi dan Intervensi Sensitif.

“DKP3A Kaltim sebagai koordinator bertugas meningkatkan kesadaran publik dan mendorong perubahan perilaku masyarakat untuk percepatan penurunan Stunting yang dilaksanakan bersama dengan 8 dinas/lembaga lain,” ujar Syahrul.

Syahrul menambahkan, beberapa aksi Bidang Perubahan Perilaku dan Pendampingan Keluarga melalui DPMPD yaitu pada tahun 2022 pembinaan posyandu dan tahun 2023 Rakor Posyandu dan Pembinaan Posyandu. Diskominfo Kaltim pada tahun 2022 dan 2023 yaitu publikasi media sosial, online, videotron, baliho serta dialog radio dan TV. Seksi Promosi Kesehatan Dinkes Kaltim tahun 2022 dan 2023 yaitu penyebarluasan informasi kesehatan, germas, posyandu, dan stunting melalui media elektronik, sosial, luar riang cetak dan pelaksanaan strategi untuk KPP (komunikasi perubahan prilaku) di tingkat kabupaten/kota meliputi sasaran, pesan, saluran dan pemanfaatan evaluasi.

“Kita juga telah bersurat ke seluruh OPD untuk melakukan upload data program atau inventaris program kegiatan,” terang Syahrul.

Selain itu, DKP3A Kaltim juga melakukan Rapat Koordinasi Penguatan Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) Jenjang SMA/SMK/MA Provinsi Kaltim, dengan peserta Kepala Sekolah 10 Kabupaten/ Kota se-Kaltim. Pembinaan Promosi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR), yang diikuti oleh Kepala Sekolah SMA-SSK di Samarinda bersama siswa dan anggota PIK-Remaja dengan tema “Peningkatan KRR Sekolah dalam upaya Pencegahan Stunting untuk menuju Indonesia Emas Tahun 2045”.    Pembinaan dalam bentuk pemberian Papan Nama Sekolah Siaga Kependudukan (SSK) untuk SMA/SMK/MA di 10 Kabupaten/Kota Se-Kaltim. (dkp3akaltim/rdg).

Pemprov Minta Kanal Pengaduan di Kaltim Melebur Ke SP4N-LAPOR!

Balikpapan — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah bersepakat menggunakan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional melalui layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (SP4N-LAPOR!) sebagai aplikasi satu-satunya yang dapat menampung partisipasi masyarakat, baik aspirasi pengaduan dan permohonan informasi.

Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Provinsi Katim Muhammad Faisal, meminta seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang masih mempunyai kanal pengaduan di masing-masing OPD untuk bisa melebur ke SP4N-LAPOR!.

“Karena kita sudah buat kesepakatan kepala OPD dengan gubernur, kemudian kesepakatan gubernur dengan kabupaten dan kota. Dimana setiap kabupaten dan kota terhubung dengan SP4N-LAPOR!,” ujarnya mewakili Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi pada kegiatan Monitoring Pelaksanaan Pengaduan dan Pelatihan SP4N-LAPOR! Di Lingkungan Pemprov Kaltim, berlangsung di Hotel Grand Jatra Balikpapan, Kamis (15/9/2022).

Ia menambahkan, jika kanal pengaduan masing-masing OPD tidak bisa ditutup, masih bisa di akomodir salah satunya harus menginput manual ke SP4N-LAPOR!, sehingga bisa terkontrol sampai ke pusat pengaduan yang masuk dari masyarakat.

“Saya rasa sudah semua. Yang belum ini BUMD, kita harapkan juga sudah terhubung secepatnya melalui SP4N-LAPOR!,” imbuh Faisal.

Ia berharap melalui monitoring ini pelayanan dan pengelolaan pengaduan Pemerintah Provinsi Kaltim melalui SP4N-LAPOR! kedepannya dapat mencapai sasaran strategis nasional yaitu mewujudkan sistem pengelolaan pengaduan yang memiliki respon dan solusi cepat serta terpecaya.

Sementara Koordinator Sub Koordinator Pelayanan Informasi dan Penguatan Kapasitas Sumber Daya Komunikasi Publik Andi Abd Razaq dalam laporannya memgatakan tujuan dilaksanakan kegiatan ini untuk menyamakan persepsi terkait kebijakan-kebijakan Pengelolaan Pengaduan di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Selain itu, kegiatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi SDM yaitu admin dari SP4N-LAPOR!.

Kegiatan ini dilaksanakan selama dua hari yakni ditanggal 15 hingga 16 September 2022 diikuti 40 peserta dari OPD Kaltim maupun Kabupaten dan Kota. Hadir menjadi narasumber Pusat Bidang Pelayanan Publik Kementerian PAN-RB Republik Indonesia Alfian Afan Ghafar dan Kasi Pengelolaan Opini Diskominfo Kalsel.

Tampak Hadir pada kegiatan tersebut Kepala Ombudsman Perwakilan Kaltim Kusharyanto, Direktur Utama (Dirut) RSUD AW Sjahranie dr David Hariadi Masjhoer serta Kepala Biro Organisasi Sekretariat Daerah Provinsi Kaltim Iwan Setiawan.

Komitmen Bersama Turunkan Angka Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak

Tangerang — Sekretaris KemenPPPA, Pribudiarta Nur Sitepu mengatakan Pemerintah Indonesia memiliki komitmen kuat untuk melindungi perempuan dan anak. Komitmen ini diwujudkan dalam penyusunan berbagai peraturan perundang-undangan yang berperspektif korban.

Peraturan perundang-undangan tersebut, yakni UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT), UU Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO), UU Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA), UU Perlindungan Anak, dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). 

Namun, Pribudiarta lebih jauh menjelaskan ketidaksetaraan gender yang saat ini kerap terjadi mengakibatkan perempuan dan anak masih sangat rentan mengalami diskriminasi dan kekerasan. Berdasarkan hasil Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa meskipun terjadi penurunan secara umum, sebesar 26,1% perempuan masih mengalami kekerasan sepanjang hidupnya. Bahkan, prevalensi kekerasan seksual oleh selain pasangan dalam setahun terakhir, meningkat dari 4,7% pada 2016 menjadi 5,2% pada 2021.

Selanjutnya, Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Tahun 2021 juga menunjukkan sebanyak 34% anak laki-laki dan 41,05% anak perempuan pernah mengalami salah satu jenis kekerasan sepanjang hidupnya.

Kondisi ini tentu sangat membutuhkan perhatian seluruh pihak mengingat separuh dari potensi sumber daya pembangunan ada pada perempuan (49,4%) dan anak sebesar 31% sebagai generasi penerus bangsa harus dilindungi agar dapat tumbuh dan berkembang optimal dan memiliki kualitas hidup yang baik.

Pribudiarta menambahkan pihaknya telah mengidentifikasi sejumlah isu dan upaya strategis dalam mewujudkan perlindungan perempuan dan anak, yakni :

  1. Menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak
  2. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus yang dialaminya
  3. Menyediakan layanan yang mudah, aman, dan nyaman
  4. Koordinasi dan sinergi pelaporan data kekerasan terhadap perempuan dan anak
  5. Manajemen penanganan kasus yang cepat, terintegrasi, dan komprehensif
  6. Memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak melalui pengembangan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA)
  7. Menyediakan dan mengembangkan layanan pengaduan yang mudah dijangkau, cakupan luas, aman, dan nyaman bagi korban melalui layanan SAPA 129 yang akan dikembangkan ke Provinsi
  8. Menyediakan layanan rujukan akhir bagi perempuan korban kekerasan dan anak yang memerlukan perlindungan khusus, yang memerlukan koordinasi tingkat nasional dan internasional (implementasi Perpres No. 65 Tahun 2020 tentang Kemen PPPA)
  9. Menyediakan Dana Alokasi Khusus Non Fisik (DAK NF).  

Kepala Pusat Perencanaan Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Djoko Pudjirahardjo menjelaskan sejumlah tantangan dan kendala dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak, yakni ego sektoral di pemerintah pusat, lemahnya koordinasi penanganan kasus perempuan dan anak oleh pemerintah daerah, terdapatnya tumpang tindih kewenangan dalam internal maupun eksternal lembaga penyelenggara perlindungan perempuan dan anak di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, belum teringrasikannya data antara para pemangku kepentingan perlindungan perempuan dan anak, serta ketersediaan dukungan anggaran masih belum optimal dan belum menjadi prioritas.    

“Koordinasi dalam penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak merupakan hal yang diperlukan mengingat pemberdayaan perempuan, pemenuhan hak anak, dan perlindungan khusus anak bersifat lintas sektoral dan multidimensi sehingga berpotensi menemui kendala. Untuk itu diperlukan pembagian peran yang jelas antar stakeholder,” tegasnya.

Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaaan Kementerian PPN/Bappenas, Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan upaya menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak tentu merupakan upaya yang harus dilakukan secara bersama-sama dan perlu melibatkan banyak pihak, baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah. “Diperlukan upaya konvergensi dan pembagian peran antara Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, Lembaga Masyarakat, Dunia Usaha, Perguruan Tinggi, Media Massa, dan Masyarakat. Selain itu, penting pula memberikan pemahaman, pengetahuan, dan edukasi kepada masyarakat, terutama anak-anak kita,” tuturnya.  (BiroHukum&HumasKPPPA)

Rakornas Pppa 2022, Provinsi Jawa Tengah Dan Kota Balikpapan Sharing Praktik Baik Konvergensi Program Perlindungan Perempuan Dan Anak

Tangerang — Dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tahun 2022 (Rakornas PPPA), dua perwakilan dari dinas provinsi dan dinas kabupaten/kota, yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Kota Balikpapan, ditunjuk untuk memaparkan praktik baik penyelenggaraan perlindungan perempuan dan anak yang telah dilakukan di daerahnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi, menyampaikan fokus DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah berakar dari 5 (lima) arahan Presiden Republik Indonesia yang ketiga, yaitu penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Berdasarkan data Simfoni PPA Tahun 2022, Provinsi Jawa Tengah menduduki posisi keempat tertinggi dengan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia. Simfoni PPA pun mencatat, jenis kekerasan yang paling banyak dialami di Provinsi Jawa Tengah adalah kekerasan fisik dengan persentase 38,6% terhadap perempuan dewasa dan kekerasan seksual terhadap anak dengan persentase 52,9%.

“Hal tersebut merupakan potret yang cukup buruk bagi Provinsi Jawa Tengah. Karena itulah dalam dua tahun ke belakang ini, kami menyusun Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Perda Nomor 4 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Perlindungan Anak. Lalu kami juga menyusun beberapa Peraturan Gubernur (Pergub) untuk mendukung Perda yang sudah ada di dua tahun ini,” ujar Retno.

Dalam hal upaya pencegahan, berbagai macam program yang sudah dilakukan oleh Provinsi Jawa Tengah pun turut disampaikan Retno, diantaranya melalui Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dengan mengadakan Ngobrol Topik Perempuan dan Anak (Ngopi Penak) serta instagram live, Gerakan Jogo Konco yang merupakan perwujudan implementasi konsep peran anak sebagai pelopor dan pelapor (2P) dalam upaya saling melindungi dan mendorong pemenuhan hak anak, dan perlindungan anak dari segala bentuk kekerasan, perlakuan salah dan eksploitasi, Gerakan Jo Kawin Bocah yang merupakan implementasi dari Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak dengan penguatan regulasi/kebijakan perlindungan anak, pelibatan pentahelix, pendataan melalui Aplikasi Pemetaan Kelompok Rentan Perempuan dan Anak serta Pasangan Usia Subur (APEM KETAN), pelatihan keterampilan hidup bagi remaja, layanan care center Jo Kawin Bocah, serta gelar ekspo Jo Kawin Bocah, Implementasi Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) dan program desa yang memenuhi prasarana dasar dan menyejahterakan masyarakat (Destara), dan Flexi Time bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) khususnya perempuan, agar orang tua dapat memiliki waktu lebih dalam memberikan perhatian kepada anak.

“Dalam hal penanganan, di Jawa Tengah sebelumnya sudah terbentuk layanan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), namun pada 2018 hilang dan kini sedang kami proses pembentukannya kembali dan sudah sampai di Kementerian Dalam Negeri sehingga tahun ini diharapkan sudah terbentuk. Selain itu, kami juga memiliki sumber daya manusia (SDM) kompeten yang akan membantu di UPTD PPA nantinya,” jelas Retno.

Lebih lanjut, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kota Balikpapan, Alwiati mengemukakan layanan UPTD PPA Kota Balikpapan sudah dimanfaatkan secara luar biasa oleh masyarakat. Terdapat enam layanan yang dimiliki, yakni pengaduan masyarakat, penjangkauan klien, pengelolaan kasus, penampungan sementara di rumah perlindungan, mediasi, serta pendampingan klien.

“Selain enam layanan tersebut, kami juga sudah mulai menjangkau pelayanan berbasis online melalui aplikasi Layanan Pengaduan dan Pelaporan Perempuan dan Anak yang Mendapat Kekerasan di Balikpapan (Lapor Pak! Balikpapan) yang sudah dapat diunduh melalui aplikasi playstore. Melalui aplikasi tersebut, masyarakat memiliki akses secara langsung untuk melapor hingga curhat mengenai kasus-kasus kekerasan perempuan dan anak yang dilihat atau dialami,” kata Alwiati.

Alwiati menambahkan berdasarkan instruksi Walikota Balikpapan, Kota Balikpapan bergerak hingga ke ujung tombak yaitu tingkat Rukun Tetangga (RT) dalam upaya perlindungan perempuan dan anak. Pada tingkat RT dilakukan sosialisasi Pola Penguatan Pengasuhan dari RT ke RT (Lautan RT) dan kegiatan Perlindungan Perempuan dan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PPATBM) agar masyarakat pada tingkat RT mampu mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan dan anak yang bersifat mikro sebelum berakhir di UPTD PPA.

“Kami di Balikpapan juga sudah memiliki Rumah Ibadah Ramah Anak (RIRA), Kampung Pustaka (KAMPUS) yang merupakan kolaborasi dari semua elemen di wilayah kelurahan, serta kerjasama dengan Pengadilan Agama, Kementerian Agama Kota Balikpapan, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Institut Pertanian Bogor (IPB) sebagai upaya pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak,” tambah Alwiati.

Menutup sesi panel ketiga, Staf Khusus Menteri Bidang Anak KemenPPPA, Ulfah Mawardi mengungkapkan harapan melalui sesi sharing praktik baik tersebut dapat melahirkan ide, gagasan, dan masukan untuk saling bertukar pikiran serta pengalaman yang sudah dilakukan di daerah dalam upaya perlindungan perempuan dan anak, juga mewujudkan cita-cita Indonesia Layak Anak (Idola) 2030 dan Indonesia Emas 2045.

“Konvergensi program perlindungan perempuan dan anak merupakan sebuah intervensi yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan bersama-sama dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Saya yakin setiap daerah sudah melakukan segala bentuk praktik baik dalam penyelenggaraan pemberdayaan serta perlindungan perempuan dan anak. Melalui sesi ini kita dapat belajar, khususnya dari praktik baik yang dilakukan oleh Provinsi Jawa Tengah dan Kota Balikpapan,” tutup Ulfah. (BiroHukum&Humaskpppa)