Pemprov Kaltim Sambut Baik Inisiasi Desa Tanpa Kekerasan Terhadap Anak di Samarinda

Samarinda — Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur melalui Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim menyambut baik inisiasi Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) atas terselenggaranya Bimbingan Teknis Pembentukan Desa Tanpa Kekerasan Terhadap Anak di Kota Samarinda, berlangsung di Hotel Swiss-belhotel Borneo Samarinda, Rabu (23/2/2022).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Noryani Sorayalita mengatakan, kekerasan terhadap perempuan dan anak kerap terjadi, kapan saja tak terkecuali pada masa pandemi. Kekerasan yang di dapatkan korban dapat berupa kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, traffiking, penelantaran dan lainnya.

Sepanjang tahun 2021, berdasarkan aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) terdata sebanyak 450 kasus, dengan korban sebanyak 513 orang. Jika melihat jumlah angka kekerasan tahun 2021, maka jumlah kasus tersebut jauh lebih kecil daripada sebelumnya, yaitu tahun 2020 terdapat 626 kasus.

“Namun sebenarnya secara riil dapat kita lihat, lebih banyak kasus kekerasan yang terjadi baik terhadap perempuan maupun anak, hal ini disebabkan keengganan korban untuk melaporkan. Ada beberapa faktor penyebannyam pertama tidak tahu kemana harus mengadu. Kedua, malu untuk  mengadu. Ketiga, walaupun mengadu tapi tidak di proses dengan berbagai alasan dan sebagainya,” ujar Soraya.

Ia menambahkan, dari jumlah kasus kekerasan tersebut, sebanyak 176 orang (34%) adalah korban dewasa dan sebanyak 337 orang (66%) adalah korban anak.

Bentuk kekerasan tertinggi untuk anak adalah kekerasan seksual yaitu 191 kasus sedangkan kekerasan yang tertinggi untuk orang dewasa adalah kekerasan fisik sebanyak 107 kasus.

“Kasus kekerasan tertinggi berada di Kota Samarinda yaitu sebanyak 2)3 kasus dengan jumlah korban sebanyak 221 orang,” imbuh Soraya.

Soraya menjelaskan, korban kekerasan di Samarinda berdasarkan pekerjaan untuk pelajar sebanyak 73 korban, tidak bekerja sebanyak 60 korban, swasta/buruh sebanyak 34 korban, ibu rumah tangga sebanyak 21 korban, bekerja sebanyak 19 korban, PNS/TNI/Polri sebanyak 3 korban.

“Sedangkan berdasarkan pendidikan, SLTA sebanyak 92 korban atau 41,63%, SLTP sebanyak 36 korban, SD sebanyak 39 korban, perguruan tinggi sebanyak 18 korban dan tidak sekolah sebanyak 11 korban,” terangnya.

Sementara kekerasan terhadap difabel juga kerap terjadi. Pada tahun 2021 terdapat 40 korban difabel, untuk kota Samarinda sebanyak 7 korban, laki-laki 2 orang yang dan perempuan 5 orang.

Pencegahan dan penanganan kasus kekerasan terhadap anak tidak bisa hanya dilakukan oleh pemerintah saja tapi harus bersinergi dengan masyarakat. Sebagai bentuk keprihatinan terhadap meningkatnya kekerasan terhadap anak Gubernur Kalimantan Timur telah mengeluarkan instruksi Kepada Bupati/Walikota Se Kaltim dengan nomor 463/6669/III/DKP3A/2021 tanggal 30 November 2021 Tentang Pencegahan Dan Penanganan Kekerasan Terhadap Anak.

Selanjutnya sebagai upaya untuk mewujudkan Desa Layak Anak salah satunya adalah memperhatikan pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak sebagaimana yang diamanatkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 06 tahun 2012 Tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak-Hak Anak Provinsi Kalimantan Timur.

“Diharapkan hadirnya Perda tersebut bisa mempercepat pemenuhan hak-hak anak baik sarana, prasarana dan kebijakan-kebijakan sehingga anak merasa terlindungi,” tutup Soraya. (dkp3akaltim/rdg)

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *