DKP3A Kaltim Gelar Pencegahan KtP/A dan TPPO

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita melalui Kepala Bidang PPPA, Junainah mengatakan, dalam upaya memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak dari kekerasan maupun tindak pidana perdagangan orang (TPPO), tidak dapat bekerja sendiri.

“Perlu adanya keterlibatan dari stakeholder terkait seperi Unit PPA Polres, Kejaksaan dan Pengadilan Tinggi, Kementerian Agama Wilayah, Dinas Pendidikan dan berbagai pihak lainnya agar kasus kekerasan bisa diminimalisir dan pencegahan kekerasan dan TPPO dapat lebih ditingkatkan lagi,” ujarnya pada kegiatan Pertemuan Koordinasi dan Kerjasama Lintas Sektor Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak (KtP/A) dan TPPO, di Ruang Rapat Kartini DKP3A Kaltim, Kamis (23/12/2021).

Ana sapaan akrabnya menambahkan, menurut data aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), jumlah kekerasan di Kaltim pada tahun 2018 sebanyak 503 kasus, pada tahun 2019 sebanyak 629 kasus dan pada tahun 2020 sebanyak 610 kasus.

“Kekerasan yang dialami korban ini dapat berdampak baik jangka pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendeknya biasanya dapat terlihat seperti adanya luka fisik, cacat kehamilan dan lain sebagainya,” imbuh Ana.

Sedangkan dampak angka panjang akan terlihat dikemudian hari, bahkan dapat belangsung seumur hidup, seperti hilangnya rasa percaya diri, trauma yang berujung depresi maupun ganguan kejiwaan lainnya.

Ia berharap, dengan kegiatan ini terjalin komitmen dalam menjalin kerjasama lintas sektor antara berbagai pihak yang terlibat dalam perlindungan perempuan dan anak serta TPPO, dan dapat menghasilkan rumusan kebijakan untuk peningkatan kualitas layanan perlindungan perempuan dan anak.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 40 peserta pada Pertemuan Koordinasi dan Kerjasama Lintas Sektor dan 40 peserta dari Forum Anak Kaltim dan Forum Anak Samarinda pada Sosialisasi Pencegahan KtP/A dan TPPO. Hadir menjadi narasumber Akademisi Universitas Widyagama Mahakam Sumadi, Tim Gubernur untuk Pengawalan Percepatan Pembangunan (TGUP3) Abdullah Karim, Kasi Tumbuh Kembang Anak Siti Mahmudah I K dan Kasi Perlindungan Perempuan Fachmi Rozano. (dkp3akaltim/rdg)

Menteri Bintang Dorong Masyarakat Lebih Berani Melaporkan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak

Yogyakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga memberikan penghormatan atas keberanian para perempuan yang mulai berani “speak up” melaporkan kasus kekerasan yang menimpa diri mereka sendiri, keluarga mereka ataupun yang melihat kekerasan yang terjadi di sekeliling mereka. Keberanian melaporkan kasus kekerasan ini sangat penting agar fenomena gunung es atas setiap kasus-kasus kekerasan yang menimpa perempuan dan anak dapat segera ditangani dan dilakukan pendampingan.

“Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak ini adalah fenomena gunung es di masyarakat. Data kasus kekerasan yang masuk ke SIMFONI PPA (Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak) dengan kenyataan di lapangan juga masih ada kesenjangan artinya masih ada kasus yang tidak terlaporkan. Di media sosial saat ini banyak bermunculan perempuan-perempuan yang berani melaporkan kasus kekerasan yang menimpa diri mereka, keluarga mereka ataupun yang melihat kasus kekerasan di sekeliling mereka. Yang saya apresiasi adalah mereka ini berani bicara, bersuara dan melaporkan kasusnya. Yang paling banyak “speak up” itu justru kaum perempuan. Untuk itu kami sangat berharap ibu-ibu sensitif melihat perubahan yang terjadi pada anak-anaknya, memastikan anak mereka aman terlebih saat ini anak-anak juga merasa tidak aman di sebagian lembaga-lembaga pendidikan beragama. Laporkan jika melihat dan mengalami tindak kekerasan ke SAPA129 atau di Hotline 08111-129-129,” ujar Menteri Bintang di Ndalem Joyodipuran, Yogyakarta.

Perjuangan para perempuan menurut Menteri Bintang, sejak jaman pergerakan melawan penjajah tidak berbeda dengan isu-isu yang diperjuangkan saat ini. Pada masa Kongres Perempuan Pertama pada 22 Desember 1928 di Yogyakarta perempuan sudah berjuang untuk pemenuhan hak anak dan perlindungan pada perempuan.

“Jika kita merefleksikan perjuangan perempuan 93 tahun lalu, kaum perempuan sudah memperjuangkan kesetaraan gender, melawan poligami, mencegah anak-anak tidak menikah pada usia anak dan memastikan anak-anak terpenuhi haknya. Realitanya memang kasus-kasus masih tinggi. Perlu saya tegaskan konstitusi negara sudah menjamin bahwa setiap perempuan memiliki hak yg sama dan menjamin perlindungan untuk mereka. Indonesia sudah meratifikasi CEDAW (The Committee on the Elimination of Discrimination against Women), CRC  (The Convention on the Rights of the Child) dan hal ini sudah diturunkan menjadi beberapa Undang-Undang dan peraturan perundangan. Hanya saja implementasinya tidak sampai ke masyarakat dan akar rumput. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tidak ingin hanya sebagai pemadam kebakaran. Itu sebabnya kami aktif bersinergi, mengajak institusi lain sesuatu tugas dan fungsi mereka, untuk bersama-sama mendorong kesetaraan gender, mengupayakan pemenuhan hak anak dan mencegah perempuan dan anak menjadi korban kekerasan,” tegas Menteri Bintang.

Menteri Bintang menambahkan bahwa kesempatan Peringatan hari Ibu (PHI) Ke-93 adalah sebagai pengingat bahwa hari ibu bukanlah Mother’s Day seperti yang dirayakan oleh negara-negara lain, tetapi muatan pesannya jauh lebih dari itu, mengajak masyarakat dan media untuk lebih peduli dan terlibat langsung melindungi perempuan dan anak. Salah satu caranya adalah turut mendorong RUU TPKS (Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual).

“Kemen PPPA saat ini juga mendorong agar RUU TPKS pada bulan Januari tahun 2022 mendatang dapat menjadi RUU Inisiatif DPR. Kami tidak tinggal diam, diskusi intensif dengan berbagai pihak seperti para aktivis perempuan, NGo, organisasi keagamaan, Kementerian/Lembaga dan lain-lain rutin kami lakukan membahas RUU TPKS yang dahulu disebut RUU PKS. Untuk itu kami juga mohon media terus aktif bersama kami mendorong RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif DPR dan juga berperan menyuarakan isu perempuan dan anak,” tutup Menteri Bintang.  (birohukumdanhumaskpppa)