Pertemuan 20th ACW Digelar, Perkuat Solidaritas untuk Kesetaraan Gender di ASEAN

Jakarta — Rangkaian sidang The 4th ASEAN Ministerial Meeting on Women (AMMW) resmi dimulai sejak Senin 11 Oktober 2021, di Jakarta, dengan agenda pertama Pertemuan 20th ACW (Asean Commitment On Women) yang diselenggarakan secara virtual.

Tahun ini Indonesia terpilih sebagai tuan rumah yang diwakili oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (Kemen PPPA) dengan Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Lenny N Rosalin, selaku Ketua delegasi Indonesia sekaligus Pimpinan Sidang.

ACW Meeting merupakan salah satu dari 5 (lima) agenda utama penyelenggaraan dari The 4th Asean Ministerial Meeting on Women (AMMW).

Pertemuan ACW ke-20 ini dihadiri oleh Delegasi setingkat pejabat senior di masing-masing kementerian yang bertanggung jawab atas perempuan dan anak perempuan di negara-negara peserta AMMW yakni Brunei Darussalam, Thailand, Malaysia, Philipina, Singapura, Kamboja, Laos, dan Myanmar, termasuk Indonesia.

ACW mendukung AMMW dengan merekomendasikan kebijakan regional, mengembangkan dan melaksanakan rencana kerja regional lima tahun, dan mengelola kemitraan antar negara anggota.

Dalam pertemuan tersebut, Deputi Bidang Kesetaraan Gender Kemen PPPA, Lenny N Rosalin menegaskan pentingnya komitmen bersama dalam melaksanakan mandat ACW untuk mengarusutamakan gender di tiga Pilar Komunitas ASEAN dan melibatkan Badan Sektoral ASEAN untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan dan anak perempuan. Lenny juga menekankan perlunya memperkuat kemitraan dengan mitra tradisional seperti ASEAN Women Entrepreneurs Network (AWEN), UN Women dan USAID, serta pemangku kepentingan lainnya dan juga organisasi masyarakat sipil.

Secara garis besar, pertemuan membahas tentang penyelesaian implementasi Rencana Kerja ACW 2016-2020 dan menyusun serta mengimplementasikan Rencana Kerja ACW 2021-2025 berikutnya. Untuk tahun 2022, para delegasi akan berfokus pada pengarusutamaan gender, perempuan, perdamaian dan keamanan, pemberdayaan ekonomi perempuan, inklusi digital dan keuangan perempuan, dan partisipasi politik dan kepemimpinan perempuan. (birohukum&humaskpppa)

Bangun Kemitraan Pemberdayaan Ekonomi Perempuan di ASEAN Melalui Batik

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga mendukung peran perempuan dalam mewariskan batik sebagai kesenian khas Indonesia. Industri batik yang banyak digeluti kaum perempuan merupakan bagian dari produk industri kreatif, khususnya di bidang fashion yang memberikan sumbangsih dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian bangsa.

“Bagi kami bangsa Indonesia, batik bukan hanya produk seni lukis kain, namun juga sebuah ekspresi kehangatan, kesejahteraan budaya dan spiritual masyarakat Indonesia. Dengan demikian, membuat dan memakai batik bagi kita adalah bagian dalam menanamkan identitas, budaya, dan warisan spiritual bangsa. Batik erat kaitannya dengan perempuan dan fashion, dan fashion adalah bagian dari industri kreatif yang begitu besar,” terang Menteri Bintang dalam rangkaian kegiatan the 4th ASEAN Ministerial Meetings on Women (AMMW), Webinar The Beauty of Batik as Cultural Heritage in Women’s Hand (11/102021).

Menteri Bintang menerangkan terdapat sekitar 47 ribu unit usaha batik tersebar di 101 sentra batik, dari jumlah tersebut lebih dari 200 ribu pembatik perempuan dipekerjakan. Jumlah perempuan yang terlibat dalam industri batik diprediksi akan meningkat lebih dari dua kali lipat dalam bidang fashion dan perdagangan.

Untuk itu, webinar tersebut diharapkan tidak hanya memberikan pemahaman yang mendalam tentang batik, keindahan, ketenaran, dan kontribusinya bagi kesejahteraan nasional, tetapi juga dapat membangun kemitraan yang lebih kuat di antara perempuan pebisnis di Indonesia dan ASEAN untuk bekerja bahu membahu, bermitra dengan pemangku kepentingan terkait untuk mencapai ketahanan sosial ekonomi bagi masyarakat, planet, kemakmuran, kemitraan, dan kekuatan ASEAN.

“Kita melihat bahwa ada korelasi budaya batik dengan pemberdayaan ekonomi perempuan. Selain itu ada hubungan antara batik yang banyak digeluti perempuan dengan pertumbuhan ekonomi bangsa,” jelas Menteri Bintang.

Pada kesempatan tersebut, Menteri Bintang turut memberikan apresiasi pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) yang secara terus-menerus mendukung industri kreatif, termasuk di dalamnya batik. Menteri Bintang percaya dengan dukungan masyarakat, baik laki-laki dan perempuan serta pemerintah, akan memberikan dampak kepada batik sebagai simbol seni lukis agar mengakar secara lokal dan disukai secara global.

Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf, Fadjar Hutomo mengungkapkan batik sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non Bendawi yang ditetapkan UNESCO didominasi Industri Kecil dan Menengah (IKM). Oleh karenannya, batik menjadi penggerak dan pemacu roda perekonomian bagi sebagian rakyat Indonesia yang patut untuk terus didukung.

“Kemenparekraf berupaya mendorong UMKM kreatif di Indonesia untuk  naik kelas dan mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi. Momentum pemulihan ekonomi harus dimanfaatkan sebaik mungkin karena UMKM merupakan pilar   kebangkitan ekonomi nasional, sebagaimana yang telah disampaikan Presiden Jokowi. Adapun strategi yang dilakukan Kemenparekraf pada masa pandemi Covid-19 dengan melakukan inovasi, adaptasi, dan kolaborasi,” ungkap Fadjar.

Fadjar menambahkan kolaborasi antara Kemen PPPA dan ASEAN Women Entrepreneurs Network (AWEN) Indonesia diharapkan dapat membangkitkan kembali semangat para pengrajin, pengusaha, dan pecinta batik untuk melestarikan batik Indonesia bagi generasi muda dan pemulihan ekonomi bangsa yang terdampak pandemi Covid-19.

Dalam acara tersebut turut hadir pemilik Batik Riana Kesuma, Riana Kesuma yang menyampaikan alasan semua pihak harus mendukung batik karena 70-80 persen dari pelaku usaha batik adalah perempuan. Oleh karenanya, perempuan diharapkan bisa mengambil alih tenaga kerja sebagai pelaku batik. (birohukum&umasKPPPA)

DKP3A Kaltim Gelar Pelatihan Trauma Healing

Samarinda — Segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita mengatakan kekerasan terhadap perempuan dan anak akan menimbulkan dampak terhadap korban, baik jangka pendek maupun panjang.

“Dampak jangka pendek dapat langsung terlihat seperti luka fisik, cacat pada anggota tubuh, dan kehamilan. Sementara dampak jangka panjang terlihat di kemudian hari seperti hilangnya rasa percaya diri, trauma, depresi dan gangguan psikologis lainnya,” ujar Soraya pada kegiatan Pelatihan Trauma Healing Bagi SDM/UPTD/PPA/Satgas PPA Kabupaten/Kota, berlangsung di Hotel Aston Samarinda, Selasa (12/10/2021).

Kejadian traumatis yang dialami oleh seseorang dapat menyebabkan trauma. Ketika trauma dibiarkan berlarut-larut tanpa penanganan dari profesional, dapat mengarahkan pada gangguan psikologis, yakni Post-traumatic Stress Disorder (PTSD).

PTSD, lanjut Soraya, adalah gangguan mental setelah seseorang mengalami atau menyaksikan peristiwa yang tidak menyenangkan. PTSD perlu diatasi dengan segera dan tepat, agar kondisi ini tidak semakin parah hingga mengganggu kelangsungan kehidupan korban. Salah satu cara untuk menanganinya adalah dengan trauma healing.

“Trauma healing merupakan proses penyembuhan pasca-trauma yang dilakukan agar seseorang dapat terus melanjutkan hidupnya tanpa bayang-bayang kejadian kekerasan,” kata Soraya.

Harapannya implementasi trauma healing pada perempuan dan anak korban kekerasan dapat meminimalisir dampak berkepanjangan yang ditimbulkan akibat peristiwa traumatis yang dialami sehingga korban dapat melanjutkan kehidupan sehari-hari.

Sebagai informasi, kasus kekerasan di Kaltim tahun 2019 sebanyak 631 kasus dan tahun 2020 sebanyak 623 kasus, atau terjadi penurunan sebanyak 8 kasus.

“Sedangkan berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) per 1 Oktober 2021 sebanyak 262 kasus. Total korban kekerasan adalah 285 korban yang terdiri dari 171 korban anak atau 60 persen dan 114 korban dewasa atau 40 persen. korban terbanyak berasal dari Kota Samarinda  yaitu sebesar 116 korban.” imbuh Soraya.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 peserta terdiri dari Dinas PPPA, UPTD PPA, Satgas PPA, lembaga pemerhati perempuan dan anak se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Founder Biro Psikologi Matavhati Samarinda Yulia Wahyu Ningrum, dan Psikolog RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda Elda Trialisa Putri. (dkp3akaltim/dell)