DKP3A Kaltim Inisiasi Pembentukan Tim Penyusunan GDPK Provinsi Kaltim

Samarinda — Proses perencanaan pembangunan mutlak memerlukan integrasi antara variabel demografi dengan variabel pembangunan. Oleh karena itu penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) dalam rangka menyediakan kerangka pikir dan panduan untuk mengintegrasikan berbagai variabel kependudukan ke dalam berbagai proses pembangunan menjadi sangat penting dan urgen.

Kepala Biro Kesejahtraan Rakyat, Andi Muhammad Ishak, mengatakan GDPK arahan kebijakan yang dituangkan dalam program lima tahunan pembangunan kependudukan lndonesia untuk mewujudkan target pembangunan kependudukan.

Kunci keberhasilan adalah memanfaatkan Jendela Peluang. Terbukanya Jendela Peluang 2020-2045 memberikan kesempatan untuk membangun manusia dengan segala matranya dan tidak dapat dilaksanakan sendiri-sendiri.

“Seperti membangun manusia unggul seutuhnya menjadi SDM unggul pada tahun 2045. Diperlukan kerjasama saling terkait antara satu sektor dengan yang lain dan komitmen semua pemangku kepentingan pusat dan daerah,” ujar Andi Ishak pada Rapat Pembentukan Tim Penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2021, berlagsung di Ruang Rapat Tepian I Kantor Gubernur Kaltim, Kamis (30/9/2021).

Andi Ishak juga menyatakan menyambut baik pembentukan tim tersebut sebagai acuan dalam penyusunan serta pemanfaatan dokumen GDPK 5 Pilar agar terarah, tepat sasaran, tepat waktu serta sinergis antar sektor dan wilayah.

“Harapannya agar Anggota Tim bekerja semaksimal mungkin agar kualitas proses penyusunan Grand Design Pembangunan Kependudukan 5 Pilar dan Seluruh pihak yang nantinya bekerjasama dalam penyusunan diucapkan terima kasih,” imbuh Andi Ishak.

Sementara Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita, mengatakan dalam Rencana Strategis (Renstra) DKP3A Kaltim tahun 2019-2023, secara garis besar Pembangunan Kependudukan meliputi lima aspek penting. Pertama, kuantitas penduduk, antara lain jumlah, struktur dan komposisi penduduk, laju pertumbuhan penduduk, serta pesebaran penduduk. Kedua, kualitas penduduk yang berkaitan dengan status kesehatan dan angka kematian, tingkat pendidikan, angka kemiskinan dan angka pernikahan dini. Ketiga, mobilitas penduduk seperti tingkat migrasi yang mempengaruhi persebaran penduduk antar wilayah. Keempat, data dan informasi penduduk dan kelima penyerasian kebijakan kependudukan melalui pembangunan kependudukan dan Keluarga Berencana (KB).

“Sedangkan, strategi pelaksanaan GDPK melalui  lima pilar terdiri dari pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk, pembangunan keluarga, pengarahan mobilitas penduduk, dan pengembangan data base kependudukan,” ujar Soraya.

Secara Nasional, lanjut Soraya, penyusunan GDPK Kaltim yang disusun pada tahun 2012 sudah termasuk dalam 32 Provinsi sudah melaporkan penyusunannya, kecuali Kaltara dan Papua Barat.

“Sedangkan untuk GDPK 10 Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur sudah di susun namun masih dalam 1 pilar terkecuali GDPK Kota Balikpapan yang sudah menyusun GDPK dan 5 Pilar,” terang Soraya.

Soraya berharap kegiatan ini memdorong upaya percepatan penyusunan dan tersusunnya GDPK 5 Pilar Provinsi Kaltim tahun 2020-2035.

Kegiatan ini diikuti oleh 20 OPD terkait lingkup Pemprov Kaltim. Hadir menjadi narasumber Kepala Perwakilan BKKBN Kaltim M Edi Muin. (dkp3akaltim/dell)

Dari 30 Jadi 3.904 Lembaga Pengguna, Integrasi Data Nasional Sudah Berjalan

Jakarta — Sejak berdiri pada 2001 dan efektif bekerja tahun 2002, Ditjen Dukcapil Kemendagri kini masuk era Generasi II karena melahirkan data-data kependudukan. Saat masih Generasi I, Dukcapil hanya melahirkan dokumen kependudukan.

Dirjen Dukcapil Prof. Zudan Arif Fakrulloh membeberkan untuk apa data kependudukan sebanyak lebih 272 juta penduduk by name by adress di data ware house (DWH) Dukcapil.

Dalam DWH Dukcapil tercatat, jumlah penduduk lelaki sebanyak 137 juta dan perempuan 134 juta. Sebaran terbesar di Provinsi Jabar dengan 47 juta penduduk. Provinsi terkecil di Kaltara, dengan penduduk 692 ribu.

Kabupaten dengan penduduk terbesar tercatat ada di Kabupaten Bogor dengan 5,2 juta penduduk. Jumlah ini hampir sama dengan Provinsi NTT atau Provinsi Aceh. Sedangkan penduduk paling sedikit ada di Kabupaten Supiori.

Penduduk wajib KTP-el 198,6 juta, yang sudah membuat KTP-el 195,6 juta jiwa atau 98,50 persen. Kurang sekitar 3 juta penduduk yang belum punya KTP-el di tahun 2021.

“Nanti di 2022 penduduk Indonesia akan bertambah lagi bisa 4-5 juta penduduk. Biasanya penduduk yang berusia 17 tahun per tahun bertambah 4 jutaan. Inilah yang terus dikelola oleh Ditjen Dukcapil,” kata Prof. Zudan. Webinar tentang Kedudukan dan Fungsi Adminduk dan Catatan Sipil dalam Administrasi Negara RI yang digelar oleh Magister Ilmu Administrasi Universitas Khrisnadwipayana, Sabtu (25/9/2021).

Dengan data kependudukan yang terus berubah, maka sistem administrasi negara ikut terus dibenahi, antara lain dengan digitalisasi menuju era satu data.

Semangat satu data kependudukan sudah diimplementasikan. “Sebetulnya satu data nasional, berawal sejak 2006 melalui Pasal 13 UU Adminduk No. 23 Tahun 2006. Yakni menggunakan NIK sebagai basis data untuk penerbitan paspor, SIM, NPWP, polis asuransi, sertifikat tanah, dst,” kata Dirjen Zudan.

Data kependudukan ini mulai diintegrasikan sejak tahun 2013, dipelopori oleh 10 lembaga. Selama 2013 hingga 2015 Zudan mengakui pemanfaatan data berjalan lambat. Di 2015 baru 30 lembaga yang bekerja sama memanfaatkan data Dukcapil.

Saat ini sudah ada 3.904 lembaga yang bekerja sama memanfaatkan data Dukcapil dan mengintegrasikan data. Terdiri 2.178 kementerian/lembaga di pusat yang telah menandatangan perjanjian kerja sama (PKS), dan 1.726 organisasi pemerintah daerah (OPD) yang telah menantangani PKS menggunakan data ware house terpusat.

Selanjutnya, Dukcapil terus memasifkan dan mendorong semangat untuk berbagi pakai data. Semangat 1 satu data yang sudah ada di 2006 diimplementasikan sejak 2013 melalui UU Nomor 24 Tahun 2013.

“Lahirlah paradigma baru dalam tata kelola pemrintahan Indonesia. Data penduduk tercatat di database secara by name by address. Tinggal ketik NIK di dashboard langsung muncul data penduduk yang bersangkutan,” katanya.

Dalam tata kelola pemerintahan, data Dukcapil digunakan dalam semua layanan publik. Misalnya, untuk membuka rekening bank di perbankan harus punya KTP-el.

Begitu juga mendaftar BPJS Kesehatan, BPJS Naker. Untuk perencanaan pembangunan, misalnya menghitung jumlah guru. Kemenkeu secara rutin menggunakan data Dukcapil untuk menghitung alokasi anggaran misalnya berapa DAU, DAK, pagu khusus, alokasi anggaran desa.

Data Dukcapil juga digunakan untuk demokratisasi dalam pelaksanaan Pilkades, Pilkada, hingga Pileg dan Pilpres. DP4 dari Dukcapil diverifikasi di lapangan bersama KPU dibantu Dinas Dukcapil.

Apakah data ini sudah sempurna? Zudan mengakui, belum. “Salah satu problemnya penduduk Indonesia dibanding negara maju adalah kurang aware dengan perpindahan domisili kependudukan. Banyak penduduk sudah pindah daerah, KTP-elnya belum diurus perubahan eleman datanya. KK nya masih di alamat yang lama. Saat menjual mobil tidak langsung dibaliknamakan sehingga kalo ada tilang elektronik tagihannya jatuh ke pemilik lama. Dalam database Polantas datanya masih di pemilik yang lama,” Zudan menjelaskan.

Kata kuncinya, kata Zudan, adalah Single identity number: Satu penduduk hanya boleh punya satu NIK. Dulu penduduk Indonesia bisa punya NIK lebih dari satu. Sekarang Dukcapil terus membersihkan data ganda seperti itu, dan ini belum selesai.

“Cleansing data akan selesai ketika semua penduduk sudah memiliki KTP-el, terutama penduduk tua bukan yang umur 17 tahun. Masih banyak penduduk usia 27-30 tahun belum punya KTP-el, sehingga memungkinkan dia punya NIK lebih dari satu,” katanya.

Bila semua penduduk sudah memiliki KTP-el maka NIK ganda akan diblokir, hanya digunakan NIK yang ada dalam KTP-el. Indonesia akan seperti negara maju mengadaptasi kebijakan kependudukan di AS dengan social security number atau Jepang dengan My Number. “Prinsipnya sama: NIK digunakan untuk semua keperluan,” kata Dirjen Zudan. (dukcapilkemendagri)

Kemen PPPA Dorong Pemda Bentuk Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA)

Jakarta — Ketersediaan informasi yang layak bagi anak menjadi sebuah kebutuhan di tengah era keterbukaan informasi saat ini. Di samping kemampuan literasi anak perlu diasah, pemerintah juga perlu mengupayakan penyediaan informasi yang layak bagi anak. Untuk memastikan hak-hak anak terpenuhi khususnya dalam mencari dan memperoleh informasi yang layak sesuai usia dan tingkat kecerdasannya, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) terus berupaya mendorong komitmen pemerintah daerah untuk mengembangkan penyediaan Pusat Informasi Sahabat Anak (PISA) di seluruh Indonesia.

Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Sipil, Informasi, dan Partisipasi Anak Kemen PPPA, Endah Sri Rejeki menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam menyediakan layanan informasi yang layak bagi anak sangat penting guna mewujudkan anak-anak yang cerdas dan generasi emas pada tahun 2045.

“Proses pengembangan layanan PISA, kami awali dengan melakukan sosialisasi standarisasi PISA, yang kemudian ditindaklanjuti dengan melaksanakan bimbingan teknis (Bimtek) standarisasi PISA kemarin hingga hari ini. Hal ini, merupakan bentuk upaya bersama antara pemerintah maupun masyarakat dalam memastikan terpenuhinya hak anak atas informasi yang layak anak, serta mencerdaskan dan meningkatkan literasi anak,” ungkap Endah dalam acara Bimbingan Teknis PISA yang dilaksanakan secara virtual.

Endah berharap para peserta bimbingan teknis yang diselenggarakan pada 27-28 September dan terdiri dari seluruh perwakilan Dinas PPPA Provinsi dan Kabupaten/Kota serta organisasi perangkat daerah lainnya, dapat melihat lebih detail dan jelas tentang standarisasi PISA, sebagai tolak ukur dalam penyediaan layanan informasi yang layak bagi anak secara optimal, dimana ternyata terdapat beberapa tahapan untuk mencapai kategori PISA tersebut.

“Fasilitasi Kemen PPPA tidak berhenti sampai di sini. Kami juga bertanggungjawab untuk fokus membantu pemerintah daerah dalam membentuk dan mengembangkan PISA. Hal ini bertujuan agar layanan informasi yang sudah dimiliki daerah seperti perpustakaan, taman cerdas, dan semua fasilitas yang ada, bisa diubah menjadi ramah anak sebagai PISA,” tambah Endah.

Endah juga mengungkapkan bahwa di beberapa wilayah, banyak layanan PISA yang sudah terbentuk dan sudah dimanfaatkan anak-anak. Endah menjelaskan dalam penetapan standarisasi PISA tahap pertama 2021 ini, Kemen PPPA tidak menetapkan standar yang tinggi. Diharapkan pemerintah daerah sebagai penyedia layanan tidak perlu khawatir akan sulit memenuhi standar yang dimaksud.

“Saat ini, yang terpenting semua pihak ikut memastikan bahwa PISA telah memenuhi proses standarisasi dalam menyediakan layanan optimal bagi anak. Semoga upaya kita untuk meningkatkan semangat membaca pada anak melalui layanan informasi yang baik, lengkap, dan bermanfaat bisa terwujud. Mari bersama kita bersinergi meningkatkan literasi anak, mencerdaskan anak, dan memenuhi hak anak sebagai generasi penerus bangsa,” ujar Endah.

Pada proses bimtek ini, para peserta diminta untuk mengisi formulir indikator standarisasi PISA dan mengupload dokumen yang harus dilengkapi. Setelah itu, para peserta akan melakukan assessmen mandiri untuk praktik langsung menjalankan layanan standarisasi PISA dengan waktu yang ditentukan dan berpedoman pada apa yang telah dipelajari dalam bimtek.

“Kami harap proses assessmen ini dapat bermanfaat dan membuat banyak pihak dapat lebih memahami dan memastikan proses pemberian layanan informasi PISA sudah sesuai standar dan ramah anak,” pungkas Endah.
Adapun terdapat enam persyaratan yang harus dipenuhi pemerintah daerah untuk menjadikan PISA yang terstandarisasi yakni terkait kebijakan, program, pengelolaan, sumber daya manusia, sarana prasarana dan lingkungan, serta monitoring dan evaluasi.

Berbagai persyaratan tersebut di antaranya yaitu adanya kebijakan pembentukan PISA yang tertulis dan ditandatangani pemimpin tertinggi di wilayah tersebut; memiliki tiga program, yakni program layanan informasi, program diseminasi/penyampaian informasi, dan program pendukung yang didokumentasikan dalam bentuk kebijakan dan prosedur atau SOP; adanya pendanaan yang dianggarkan Pemerintah Kabupaten/Kota setiap tahun secara rutin; tenaga pengelola PISA harus terdiri dari minimum 1 (satu) ketua/koordinator dan satu tenaga staf; fasilitas PISA harus dilengkapi dengan perangkat teknologi informasi yang memadai; serta menerapkan sistem monitoring dan evaluasi (monev) untuk melihat sejauh mana tujuan PISA tercapai. (birohukum&humaskpppa)

IPG Posisi Keempat dan IDG Bontang Posisi Kesembilan se Kaltim

Bontang — Berdasarkan data BPS tahun 2020 terdapat kesenjangan pada  Capaian Pembangunan dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM) laki-laki dan perempuan  Provinsi Kalimantan Timur.  Untuk IPM laki-Laki Kalimantan Timur pada indeks 81,32 menempati posisi ketiga dari 34 Provinsi se Indonesia, sedangkan IPM Perempuan  ada pada posisi ke 7  dari 34 Provinsi se Indonesia.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita, mengatakan untuk capaian Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) ada pada posisi 32 dari 34 Provinsi.

Komposit yang  sangat mempengaruhi terhadap kesenjangan ini adalah pada bidang ekonomi.  Pada  agregat  Pengeluaran Perkapita  sebagai Komposit IPG dan IPM Kaltim berada pada angka Rp. 6.943.000 juta/tahun  untuk  Perempuan dan angka 17.958.000/tahun  untuk laki-laki. Sementara capaian pengeluaran perkapita di Indonesia sebesar Rp. 9.004.000/tahun.

“Sektor ekonomi lainnya adalah Sumbangan Pendapatan Perkapita Perempuan Kaltim  yang mengalami kenaikan sebesar 0,11% dari 24.06% pada tahun 2019 menjadi 24,17 pada tahun 2020,” ujar Soraya pada kegiatan Pengembangan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) Pemberdayaan Perempuan Kewenangan Provinsi, berlangsung di Hotel Bintang Sintuk Kota Bontang, Selasa (28/9/2021).

Kondisi tersebut, menurut Soraya, menunjukkan kondisi kualitas hidup perempuan Kalimantan Timur  masih rendah,  khususnya pada sektor ekonomi bahkan  berpotensi  menjadi beban pembangunan. Terlebih lagi masyarakat masih dihadapkan dengan masa pandemi Covid-19 yang mengakibatkan terjadinya penurunan pencapaian  pembangunan di segala sektor, kehilangan pendapatan, dan terputusnya hubungan kerja.

Serangan pandemi Covid-19  pada Keluarga menjadi kendala yang cukup berat bagi perempuan dalam mengelola peran dan tugasnya terutama dalam mengelola usaha ekonomi, padahal perempuan yang berkualitas hidup prima dapat menjadi aset pembangunan yang dapat memberikan kontribusi positif dan signifikan terhadap proses pembangunan yang berkesetaraan dan berkeadilan.

Soraya menambahkan, saat ini IPG Kota Bontang adalah 86,87 atau urutan keempat dari seluruh kabupaten/kota se Kaltim. Nilai tersebut merupakan komposit dari Angka Harapan Hidup perempuan sebesar 76,1 tahun dan laki-laki 69,59 tahun, Rata-rata lama sekolah perempuan adalah 10,53 tahun dan laki-laki sebesar 11 tahun, Harapan Lama Sekolah perempuan adalah 13,03 tahun dan laki-laki sebesar 13,23 tahun, Pengeluaran perkapita perempuan adalah Rp. 9,409.000/tahun dan laki-laki sebesar Rp. 25.180.000/tahun.

“Sedangkan IDG Kota Bontang pada tahun 2020 adalah sebesar 51,97, berada pada urutan kesembilan se Kaltim. Nilai indeks tersebut merupakan komposit dari keterwakilan perempuan di parlemen sebesar 21,09 persen, Perempuan sebagai tenaga profesional sebesar 46,24 persen, Sumbangan pendapatan perempuan sebesar 17,41 persen,” lanjut Soraya.

Dukungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur terhadap Pelaku ekonomi perempuan yaitu dengan berupaya melakukan penguatan terhadap lembaga pemberdayaan  perempuan. Pemprov Kaltim juga telah berkomitmen dalam pemberdayaan perempuan, tertuang dalam Misi Satu Gubernur yaitu Berdaulat Dalam Pembangunan Sumber Daya Manusia yang Berakhlak Mulia dan Berdaya Saing, Terutama Perempuan, Pemuda dan Penyandang Disabilitas.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 peserta dari pelaku ekonomi perempuan. Hadir menjadi narasumber Kepala Dinas PPKB Kota Bontang Bahtiar Mabe dan Co-Founder Rumah Bekesah Yusina Wahyuni. (dkp3akaltim/dell­)

Peringatan Hari Kesatuan Gerak PKK Ke-49

Samarinda — Gubernur Kaltim Dr H Isran Noor kembali melemparkan anekdot baru ketika hadir dalam penyerahan pemenang Lomba PKK Tahun 2021 dalan rangka Peringatan Hari Kesatuan Gerak PKK Ke-49 Tahun 2021.

“Dulu ada anekdot, PKK itu perempuan kurang kerjaan. Sekarang kita balik, PKK itu perempuan kelebihan kerjaan,” canda Isran Noor sontak disambut tawa hadirin yang didominasi kaum perempuan.

Menurut Gubernur Isran Noor, PKK sekarang kerjaannya memang banyak. Tugasnya berat, tanggung jawabnya juga berat.

“PKK itu gak ada anggarannya. Anggarannya nyantol-nyantol aja di OPD. Ada yang lancar, ada yang lambat, ada juga OPD yang banyak alasan,” sindir Gubernur di Atrium Bigmall Samarinda, Jumat (24/9/2021).

Isran menjelaskan, PKK adalah unit kerja koordinatif, di luar instansi formal di provinsi maupun di kabupaten dan kota.

“Tugas ibu-ibu PKK ini sangat berat karena tidak ada honornya. Tapi ibu-ibu PKK tetap ikhlas bekerja,” puji Isran.

Dalam rangka HKG tahun ini, TP PKK Kaltim menggelar enam lomba. Yakni lomba penyuluhan tertib administrasi dasa wisma, lomba penyuluhan pola asuh anak dan remaja dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam keluarga, lomba penyuluhan bina keluarga balita, lomba usaha peningkatan pendapatan keluarga (UP2K), lomba peragaan busana bahan Takwo modifikasi batik khas daerah dan lomba penyuluhan peran kader PKK dalam penanggulangan stunting.

Tahun ini Kota Balikpapan kembali menjadi juara umum. Sedangkan Lomba Dasa Wisma dimenangi Balikpapan untuk kelompok kota, dan Berau untuk tingkat kabupaten.

“Kami sangat mengapresiasi semua TP PKK kabupaten dan kota karena sangat serius berpatisipasi aktif dalam semua program TP PKK Provinsi demi bersama-sama memajukan Kalimantan Timur dengan berbagai kegiatan dan programnya,” kata Ketua TP PKK Kaltim Hj Norbaiti Isran Noor.

Tampak hadir mendampingi Kepala DPMPD Kaltim H Sirajuddin dan Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Noryani Sorayalita. (adpimprovkaltim/dkp3akaltim)

Penuhi Hak Dasar Anak, Pentingnya Sinergi Percepat Kepemilikan Akta Kelahiran dan KIA

Jakarta — Asisten Deputi Bidang Pemenuhan Hak Sipil, Informasi dan Partisipasi Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Endah Sri Rejeki mengungkapkan kepemilikan akta kelahiran merupakan salah satu dari beberapa hak dasar anak yang wajib dipenuhi negara. Untuk mewujudkannya, dibutuhkan sinergi dan kerjasama dari seluruh pihak dalam mendukung upaya percepatan kepemilikan akta kelahiran dan kartu identitas anak (KIA) bagi anak Indonesia.

“Sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab kami sebagai pemerintah dalam memenuhi hak-hak anak, khususnya hak kepemilikan akta kelahiran bagi semua anak dalam kondisi apapun dan dimanapun tanpa terkecuali, begitu juga bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus, seperti anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), anak di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) atau Panti Asuhan, hak-hak mereka harus terpenuhi,” ungkap Endah dalam acara Sosialisasi Kebijakan Percepatan Pemenuhan Hak Sipil Anak melalui Kepemilikan Akta Kelahiran dan Kartu Identitas Anak (KIA) di Daerah yang dilaksanakan secara virtual.

Endah menambahkan akta kelahiran merupakan bukti otentik atas keberadaan anak yang diakui negara secara hukum. Dengan demikian, sudah seharusnya seorang anak dicatatkan dan mendapatkan akta kelahiran dari sejak dilahirkan.

“Meskipun berbagai regulasi yang mengatur kewajiban Pemerintah untuk memberikan akta kelahiran bagi anak sejak lahir telah hadir di Indonesia, namun saat ini masih terdapat anak yang belum memiliki akta kelahiran. Berdasarkan data SIAK Kementerian Dalam Negeri pada 31 Desember 2020, diketahui jumlah anak yang sudah memiliki akta kelahiran pada 2020 mencapai 93,78 persen. Angka ini menunjukkan bahwa masih terdapat 6,22 persen atau sekitar 5,2 juta anak Indonesia yang belum memiliki akta kelahiran,” terang Endah.

Menindaklanjuti persoalan ini, Endah menyampaikan pemerintah khususnya Kemen PPPA terus berupaya mempercepat capaian kepemilikan akta kelahiran dan KIA bagi anak Indonesia, dengan melakukan sinergi bersama pihak lainnya.

“Diperlukan langkah strategis yang disertai dengan sinergi dan kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah (Provinsi dan Kab/Kota), maupun dunia usaha, lembaga masyarakat, media massa, serta keterlibatan anak itu sendiri melalui Forum Anak sebagai pelopor dan pelapor (2P) dalam menyosialisasikan kebijakan percepatan kepemilikan akta kelahiran dan KIA di Daerah,” tambah Endah.

Acara Sosialisasi hari ini, merupakan tindak lanjut dari kegiatan advokasi percepatan kepemilikan akta kelahiran yang telah dilakukan Kemen PPPA bersama Kemendagri terhadap empat provinsi dengan tingkat kepemilikan akta kelahiran di bawah rata-rata angka nasional.

“Melalui pertemuan ini, kami harap dapat memfasilitasi berbagai permasalahan di lapangan yang dihadapi berbagai daerah, khususnya 4 (empat) provinsi yang hadir menyampaikan strateginya hari ini. Dengan memahami berbagai permasalahan dan potensi, diharapkan pemerintah daerah dengan bersinergi bersama pihak lainnya, dapat mengembangkan program dan kegiatan inovatif, serta pelayanan jemput bola demi mempercepat kepemilikan akta kelahiran, sehingga komitmen untuk memenuhi hak-hak anak sebagai generasi penerus bangsa dapat kita penuhi bersama,” jelas Endah.

Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Fasilitasi Pencatatan Kelahiran dan Kematian Ditjen Dukcapil Kemendagri, Sakaria, menyampaikan akta kelahiran merupakan bukti kelahiran yang sangat penting bagi seorang anak. Tanpa akta kelahiran, anak akan sulit mendapatkan akses pelayanan publik dan rentan mengalami kasus-kasus hukum seperti perdagangan anak, perkawinan anak, dan lainnya.

Guna mendukung pemenuhan hak-hak anak atas percepatan kepemilikan akta kelahiran di seluruh Indonesia, Kemendagri melalui Dinas Dukcapil di berbagai daerah telah berupaya menghadirkan layanan dengan banyak kemudahan, serta mengembangkan inovasi melalui layanan daring yang dapat diakses melalui website maupun whatsapp.

“Pada prinsipnya semua anak harus memiliki akta kelahiran. Jika masyarakat masih mengalami kesulitan dan tidak dapat memenuhi persyaratan dalam membuat akta kelahiran, hal ini bisa dipermudah dengan membuat Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (STPJM),” tutur Sakaria. (birohukum&humaskpppa/dkp3akaltim)

 

Budaya Kerja Agar Aparatur Tidak Bekerja Apa Adanya

Balikpapan — Lamban menyikapi masalah menjadi problem tersendiri dalam penerapan budaya kerja di jajaran aparatur pemerintah di segala tingkatan.

Menurut Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim HM Sa’bani, dalam mencari solusi terhadap permasalahan tidak mesti melalui rapat koordinasi atau pun pertemuan yang menyita banyak waktu.

“Betul saja, boleh. Tapi jangan kebanyakan rapat. Nantinya, malah bisa berubah-ubah,” kata Sa’bani saat membuka Sosialisasi Peraturan Gubernur Nomor 31 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Evaluasi Penerapan Budaya Kerja Aparatur di Lingkungan Pemerintah Daerah, di Hotel Golden Tulip Balikpapan, Kamis, (23/9/2021).

Selayaknya, lanjut Sa’bani, setiap organisasiperangkat daerah (OPD) memiliki masing-masing standar operasional prosedur (SOP) yang dipilah-pilah, dan setiap kebijakan yang dihasilkan harus diikuti SOP, sehingga benar-benar bisa menerapkan budaya kerjanya.

Dalam penerapan budaya kerja, para aparatur bagi Sa’bani, harus memiliki pendalaman yang baik dan jernih, sehingga bekerja tidak apa adanya.

Prinsipnya, pegawai pemerintah itu, baik ASN dan Non ASN adalah memberikan pelayanan. Namun, tetap harus ada budaya kerja, kontrol (pengawasan) dan pemahaman agar kinerja tetap berjalan sesuai SOP.

“Jangan alasan sumber daya manusianya. Padahal SDM aparatur kita saat ini jauh lebih baik. Hanya saja perlu pemahaman yang lebih baik tentang budaya kerja, sehingga bekerjanya tidak seperti apa adanya,” ungkap Sa’bani.
Kepala Biro Organisasi Setda Prov Kaltim Iwan Setiawan mengemukakan sosialisasi guna meningkatkan pemahaman tentang penerapan budaya kerja aparatur di lingkungan Pemerintah Provinsi Kaltim.

“Beserta tata cara evaluasinya sebagai landasan dan acuan bagi aparatur pemerintah dalam melakukan perubahan pola pikir dan budaya kerjanya,” ujar Iwan, seraya menyebutkan sosialisasi dihadiri pejabat administrator/pengawas dari 36 perangkat daerah dan 9 biro di lingkup Setda Prov Kaltim secara luring dan daring. (adpimprovkaltim/dkp3akaltim)

ASN Harus Tingkatkan Kinerja dan Kapasitas

Samarinda — Gubernur Kaltim H Isran Noor meminta jajaran Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkup Pemprov Kaltim meningkatkan kinerja dan prestasi sesuai target yang ditetapkan. Meningkatkan kapasitas dan kualitas diri guna mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan bersih, baik, dan berwibawa.

“Pelantikan ini bagian pengembangan karier, pembenahan, dan pemantapan organisasi sebagai Reformasi Birokrasi yang menuntut efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pelayanan publik, guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik,” kata Gubernur Isran Noor saat Pelantikan dan Pengambilan Sumpah/Janji Jabatan Fungsional dan Penyerahan secara Simbolis SK Kenaikan Pangkat Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kaltim, secara luring dan daring di Ruang Rapat Lantai III Kantor BKD Kaltim, Kamis (23/9/2021).

Pelantikan dan pengambilan sumpah diikuti ASN di lingkungan Pemprov Kaltim, yang kedudukan tugasnya di Kabupaten Berau, Bontang, Balikpapan Kutai Timur, Kutai Barat dan Mahakam Ulu berjumlah 42 orang.

“Selamat kepada guru, dokter, psikolog klinik, pengawas sekolah, terapi wicara dan penyuluh kehutanan. Semoga dapat menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya,” tandas Isran.

Hari ini juga, lanjut Isran Noor diserahkan secara simbolis kepada 13 orang perwakilan penerima keputusan kenaikan pangkat masing-masing 7 orang untuk jabatan tinggi Pratama dan dua orang perwakilan dari golongan II, III dan IV.

“Kita juga melakukan kegiatan yang namanya perbaikan-perbaikan di dalam pelayanan. Mulai tahun ini dilaksanakan keputusan kenaikan pangkat menggunakan barcode jadi tidak lagi tanda tangan. Dan sistem-sistem lainnya pun kita menggunakan aplikasi online,” ujarnya.

Isran Noor yakin para pejabat fungsional bisa bekerja penuh dedikasi dalam memberikan karya terbaik bagi Kaltim yang berdaulat ini.

“Mudah-mudahan koordinasi, sinergitas dan solidaritas kita semakin baik, dalam peningkatkan kualitas pelayanan oleh para ASN jabatan struktural maupun fungsional,” harap Isran Noor.

Tampak hadir Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi, Kepala BKD Diddy Rusdiansyah, Kepala Disdik Anwar Sanusi dan Kepala BPSDM Nina Dewi.  (adpimprovkaltim/dkp3akaltim)

DKP3A Kaltim Gelar Bimtek Pendokumentasian dan Penatausahaan Dokumen Adminduk

Samarinda — Berdasarkan hasil monitoring yang telah dilakukan di Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur, bahwa pengelolaan arsip administrasi kependudukan secara umum masih kurang baik. Contohnya belum memiliki ruang arsip tersendiri yang memenuhi standar sehingga arsip-arsip seperti buku register masih terlihat berserakan dibeberapa tempat. Hal ini, disamping mengganggu pemandangan juga bisa mengganggu kesehatan dan tentu saja petugas akan kesulitan mencari arsip dokumen kependudukan apabila dibutuhkan dalam waktu yang cepat.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita, mengatakan petugas harus memahami dan menguasai cara mengelola arsip, mengklasifikasikan dan mengkodefikasikan arsip yang baik sehingga mudah dicari dan ditemukan apabila dibutuhkan.

“Selain itu, perlu pula mengadopsi pengelolaan Arsip Digital yang telah diimplementasikan oleh Disdukcapil Kota Samarinda sehingga mampu mengurangi banyaknya berkas manual yang tentu saja memerlukan tempat dan jika terlalu lama akan berbahaya bagi kesehatan,” ujar Soraya pada kegiatan Bimbingan Teknis Pendokumentasian dan Penatausahaan Dokumen Administrasi Kependudukan Provinsi Dan Kabupaten/Kota se Kalimantan Timur Tahun 2021, berlangsung di Hotel Selyca Mulia, Kamis (23/9/2021).

Ini sangat penting dan strategis, mengingat permasalahan pengelolaan arsip yang sering kita temui adalah sulitnya menemukan kembali dokumen lama yang telah kita terbitkan sehingga hal ini akan menimbulkan permasalahan dan dapat berdampak hukum apabila menyangkut status keperdataan seseorang.

Soraya juga menegaskan hal yang tak kalah penting dalam pendokumentasian dan penatausahaan dokumen administrasi kependudukan adalah terkait tatacara pemusnahan dokumen kependudukan invalid seperti KTP-el, KK, KIA dan Akta Pencatatan Sipil karena gagal encode, rusak, gagal cetak dan perubahan elemen data.

Ia mengimbau, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil kabupaten/kota agar bisa melakukan pemusnahan dokumen kependudukan invalid tersebut dengan cara dibakar setiap hari.

“Tidak perlu menunggu banyak, dengan dilengkapi berita acara pemusnahan sebagaimana tertuang dalam Permendagri 104 tahun 2019 untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan apalagi tahun 2021 adalah tahun pencanangan peningkatan kualitas layanan adminduk,” imbuh Soraya.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 40 peserta dari Dinas Dukcapil se Kaltim. Hadir menjadi narasumber Kasub Direktorat Identitas Penduduk Dirjen Dukcapil, Maharani, Kasi Layanan Kearsipan, Dewi Susanti, dan Kabid Pengelolaan Informasi Adminduk Disdukcapil Samarinda, Didik Purwanto. (dkp3akaltim/dell)

DKP3A Kaltim Gelar Pelatihan Simfoni PPA Se Kaltim

Balikpapan — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim, Noryani Sorayalita, mengatakan sepanjang tahun 2020, terdata sebanyak 622 kasus yang telah terlaporkan di dalam aplikasi Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA).

Namun terdapat penurunan kasus pada tahun 2021 menjadi 248 kasus berdasarkan laporan kekerasan per 9 September 2021. Jika melihat jumlah angka kekerasan tahun 2021, maka jumlah kasus tersebut jauh lebih kecil daripada sebelumnya.

“Berdasarkan hasil pemantauan kami, penurunan kasus ini juga disebabkan oleh beberapa pengelola data yang telah di mutasi sehingga penginputan kasus di SIMFONI PPA pada instansi/daerah tersebut belumlah maksimal,” ujar Soraya pada kegiatan Pelatihan Sistem Pendataan Kasus Kekerasan Perempuan dan Anak melalui Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), berlangsung di Hotel Swiss-Belhotel Balikpapan, Rabu  (22/9/2021).

Sebagai upaya mendapatkan data yang lebih optimal dan akurat, lanjut Soraya, Pemprov Kaltim melakukan pelatihan ini agar operator Simfoni dapat mendokumentasikan data kasus yang masuk dengan baik.

“Serta menyampaikan aplikasi SIMFONI PPA Versi 2.0 yang merupakan versi terbaru, sehingga meningkatkan pengetahuan, sistem pencatatan, dan menginput data korban kekerasan akurat dan akuntabel,” imbuh Soraya.

Soraya pun menegaskan, ketersediaan data kekerasan perempuan dan anak dapat membantu dalam pengambilan keputusan dan kebijakan baik di tingkat daerah maupun nasional.

Kegiatan ini diikuti 15 peserta dari kabupaten/kota se Kaltim. Hadir menjadi narasumber dari Kemen PPPA Iwan Setiawan dan Garin. (dkp3akaltim/rdg)