Rakornas Pembangunan PPPA 2021, Sinergi Kunci Keberhasilan Pembangunan Perempuan dan Anak

Bali —  Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA), Bintang Puspayoga membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan tema “Sinergi Pusat dan Daerah Dalam Mewujudkan Indonesia Ramah Perempuan dan Layak Anak” dilaksanakan secara offline dan online, berlangsung di Bali 16-17 Juni 2021.

Rakornas diselenggarakan untuk lebih memperkuat koordinasi, integrasi dan sinergi Pusat dan Daerah dalam membangun kesetaraan gender, pemberdayaan dan perlindungan perempuan, pemenuhan dan perlindungan khusus anak serta memastikan anak dapat tumbuh berkembang secara optimal dan terlindungi dari berbagai tindak kekerasan, diskriminasi dan eksploitasi.

Menteri Bintang dalam sambutannya menyatakan berdasarkan data Sensus Penduduk 2020, dari total penduduk Indonesia, sekitar 49,42%-nya adalah perempuan, sementara 31,6%-nya adalah anak-anak. Sayangnya masih banyak kelompok perempuan dan anak yang masuk dalam kelompok rentan dan isu perempuan dan anak adalah isu yang kompleks. Itu sebabnya diperlukan adanya kerja bersama atau sinergi dengan melibatkan banyak pihak. Sinergi menjadi salah satu kunci dalam proses pembangunan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). Sinergi diperlukan agar Indikator dan target keberhasilan pembangunan PPPA yang telah ditetapkan dalam RPJMN dan juga Renstra Kemen PPPA juga menjadi indikator dan target keberhasilan pembangunan PPPA di daerah.

“Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) tidak bisa bekerja sendiri. Untuk itulah, bersinergi dan bekerjasama adalah hal yang krusial. Sinergi di sini termasuk sinergi antara kementerian/lembaga di Pusat; antara organisasi perangkat daerah di provinsi dan kabupaten/kota; antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah; serta antara Pemerintah dengan organisasi kemasyarakatan dan keagamaan, lembaga profesi, media, dunia usaha, akademisi, pakar, tokoh agama, dan tokoh adat. Dengan bersinergi diharapkan ada sinkronisasi dan koordinasi program pemerintah terkait urusan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” ungkap Menteri Bintang.

Menteri Bintang mengingatkan kembali bahwa pada periode 2020-2024 Presiden memberi arahan kepada Kemen PPPA untuk fokus pada penanganan 5 isu prioritas, yaitu Peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan yang berspektif gender, Peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak; Penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak, Penurunan pekerja anak; dan, Pencegahan perkawinan anak.

Dari kelima isu prioritas tersebut, Menteri Bintang menyebutkan bahwa pemberdayaan perempuan secara ekonomi melalui kewirausahaan adalah hulunya. Dari berbagai kasus yang terjadi dan evaluasi yang telah dilakukan, ketidakberdayaan perempuan secara ekonomi menjadi salah satu akar masalah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak, perdagangan orang, perkawinan anak, dan pekerja anak. Selain itu, peran ibu dan keluarga dalam pendidikan dan pengasuhan anak juga punya peran strategis dan sangat menentukan kualitas anak sebagai generasi penerus bangsa.

“Presiden memiliki perhatian yang sangat besar pada upaya penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menyampaikan 3 hal yang harus dilakukan yaitu : prioritas aksi pencegahan kekerasan terhadap anak yang melibatkan keluarga, sekolah dan masyarakat; perbaikan sistem pelaporan dan layanan pengaduan kekerasan terhadap anak dan, reformasi manajemen kasus kekerasan terhadap anak agar bisa dilakukan secara cepat, terintegrasi dan lebih komprehensif,” ujar Menteri Bintang.

Menteri Bintang menambahkan salah satu cara untuk mewujudkan arahan Presiden tersebut adalah dengan menginisiasi pembentukan model Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak bekerjasama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah tertinggal dan Transmigrasi yang sudah dideklarasikan bersama pada November 2020.

“Hal ini karena sebagian besar perempuan dan anak bertempat tinggal di desa sehingga aksinya akan lebih efektif jika dimulai dari tingkat desa. Hadirnya model Desa RPPA ini diharapkan dapat menjadi contoh pembangunan yang berbasis pemenuhan hak perempuan dan anak secara riil dan terintegrasi di tingkat pemerintahan yang paling bawah di tingkat desa serta percontohan bagaimana pemerintah desa dapat menyelesaikan isu-isu perempuan dan anak, khususnya terkait lima isu prioritas yang menjadi arahan presiden. Selanjutnya, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota diharapkan dapat mereplikasi model tersebut dengan menggunakan APBD dan sumber pendanaan lainnya sehingga tercipta Daerah (provinsi dan kabupaten/kota) Ramah Perempuan dan Layak Anak,” ujar Menteri Bintang.

Desa RPPA adalah desa yang mengintegrasikan perspektif gender dan hak anak dalam tata kelola penyelenggaraan pemerintahan desa, pembangunan desa, serta pembinaan dan pemberdayaan masyarakat desa, yang dilakukan secara terencana, menyeluruh, berkelanjutan, sesuai dengan visi pembangunan Indonesia. Pengembangan Desa RPPA menurut Menteri Bintang harus melibatkan semua pihak yang ada di desa, mulai dari para tokoh, organisasi, relawan, kader-kader, dan tentunya perempuan dan anak. Dengan melibatkan dan mendengarkan suara perempuan dan anak diharapkan dapat diketahui solusi paling tepat dari permasalahan yang mereka alami.

Sementara itu, untuk mendukung upaya penyedia layanan bagi korban kekerasan, Menteri Bintang mendorong pemerintah daerah membentuk UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak) yang berpedoman kepada Peraturan Menteri PPPA Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pedoman Pembentukan UPTD PPA dan Permen PPPA 11/2019 tentang Pedoman Evaluasi Kelembagaan UPTD PPA.

“Saat ini baru 29 provinsi dan 134 kabupaten/kota yang sudah memiliki UPTD-PPA. Ini masih menjadi pekerjaan rumah panjang bagi Kabupaten/Kota. Kami masih terus koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk pembentukan UPTD PPPA dan akan mengawal terus proses pembentukan UPTD PPA di daerah,” ujar Menteri Bintang.

Mulai tahun 2021 pemerintah juga mengalokasikan Dana Alokasi Khusus Non Fisik Perlindungan Perempuan dan Anak (DAK NF PPA) sebesar Rp. 101,7 milyar bagi 34 Provinsi dan 216 Kabupaten/Kota. Tujuannya adalah untuk membantu pelaksanaan kewenangan daerah dalam mencapai prioritas pembangunan nasional, yaitu menurunkan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta meningkatkan layanan bagi perempuan dan anak korban kekerasan. DAK-NF-PPA akan berlanjut di tahun 2022 diharapkan bisa berlanjut.

Menteri Bintang juga berharap agar para pimpinan daerah juga dapat melibatkan juga Forum Anak di yang sudah terbentuk di masing-masing Provinsi dan Kabupaten/Kota hingga tingkat Desa/Kelurahan dan melibatkan mereka dalam Musrenbangdes.

“Semoga pertemuan selama tiga hari ini dapat menghasilkan kesepakatan dan rekomendasi yang menjadi bekal dalam menjalankan tugas dan fungsi terkait urusan PPPA dengan lebih baik lagi ke depan, untuk menjadikan perempuan dan anak Indonesia lebih berkualitas. Perempuan Berdaya, Anak Terlindungi, Indonesia Maju!” tegas Menteri Bintang.

Rakornas PPPA juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Provinsi Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau biasa disebut Cok Ace, Walikota Denpasar I.G.N. Jaya Negara, perwakilan dari Bappenas dan Kemendagri. Wakil Gubernur Bali mengucapakan terimakasih atas terselenggaranya Rakornas di Bali yang diharapkan dapat ikut menumbuhkan kembali pariwisata di bali yang mengalami kontraksi ekonomi -9,8% akibat pandemi.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *