Keluarga Harus Menjadi Pelindung Utama Bagi Anak

Jakarta — Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N. Rosalin mengungkapkan di masa pandemi ini berbagai keluhan banyak diterima para psikolog dan konselor yang bertugas pada Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) di daerah.

Masalah yang banyak dikeluhkan oleh para orangtua yang berkonsultasi ke konselor dan psikolog ini seperti anak yang kecanduan gadget, problem rendahnya kepercayaan diri anak, rokok, narkoba, kesehatan reproduksi, belum tersedianya sekolah luar biasa (SLB) di beberapa wilayah yang membuat keluarga dengan anak berkebutuhan khusus mengalami kesulitan mengakses pendidikan, masalah asupan makanan dan gizi bagi keluarga serta perjuangan orangtua untuk dapat membangun kedekatan dengan anak. Saat pandemi, kehadiran orangtua sebagai pengasuh dan pelindung anak yang sangat dibutuhkan.

“Keluarga harus menjadi pelindung bagi anak dan menjadi garda terdepan bagi pemenuhan hak anak dan perlindungan khusus anak. Namun faktanya, masih banyak orang tua yang tidak mampu menjadi pengasuh yang baik. Anak juga banyak yang mengalami keterpisahan dan berpindah pengasuhannya di lembaga pengasuhan alternatif, seperti LKSA (Panti Asuhan), LPKA, pesantren, boarding school, tempat penitipan anak, PAUD, dan sebagainya. Seringkali anak juga menjadi korban kekerasan oleh pengasuh di lembaga pengasuhan alternatif tersebut,” ungkap Lenny dalam acara Bimbingan Teknik (Bimtek) PUSPAGA dengan tema Pengasuhan Berbasis Hak Anak yang dilakukan secara daring (7/9/2020).

Untuk membantu pola pengasuhan yang benar bagi para orangtua dan pengasuh, Kemen PPPA sejak tahun 2016 telah menginisiasi kehadiran PUSPAGA sebagai ujung tombak pendampingan dan pengasuhan berbasis hak anak. PUSPAGA hadir membekali para keluarga dan pengasuh di lembaga pengasuhan alternatif melalui konseling dan edukasi untuk memberikan pengasuhan yang tidak hanya berbasis hak anak, tapi juga pengasuhan optimal dan bermanfaat bagi anak. Tugas layanan ini menurut Lenny sangat berat, tapi dirinya yakin konseling pengasuhan PUSPAGA akan memperkuat dukungan bagi keluarga di Indonesia. Itu sebabnya Kemen PPPA mengadakan Bimbingan Teknis bagi para psikolog dan konselor dari seluruh PUSPAGA yang ada saat ini di seluruh Indonesia.

“Kami berharap PUSPAGA bisa menjadi pusat layanan preventif dan promotif yang dapat memberikan edukasi dan informasi serta konseling kepada keluarga dengan optimal dan berkualitas. Untuk itu, seluruh layanan PUSPAGA ini harus segera terstandarisasi. Salah satu syaratnya yaitu adanya psikolog dan konselor yang berkualitas dan memiliki sertifikat. Selain itu, PUSPAGA juga masuk dalam indikator Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA),” ungkap Lenny.

Lenny menambahkan para psikolog dan konselor yang bersertifikat tersebut harus mendapatkan pelatihan terkait 6 (enam) substansi yaitu konvensi hak anak, pengasuhan berbasis hak anak, teknik konseling, pendalaman tumbuh kembang anak, pengembangan keayahan dalam pengasuhan, dan perlindungan saksi korban.

Adapun standarisasi PUSPAGA tergolong dalam lima peringkat, yaitu mulai dari pratama, madya, nindya, utama, hingga PUSPAGA Ramah Anak. Bimtek ini juga diharapkan dapat membuat seluruh psikolog dan konselor PUSPAGA bisa mendampingi seluruh keluarga dan lembaga alternatif di Indonesia dalam memberikan pengasuhan yang berbasis hak anak dan optimal bagi anak.

Lebih lanjut Lenny berharap kepada kabupaten/kota yang belum membentuk PUSPAGA, minimal dapat memiliki satu PUSPAGA di setiap provinsi dan kabupaten/kota atau idealnya ada 548 PUSPAGA di seluruh Indonesia.

“Selagi kita masih menunggu daerah lain mengembangkan PUSPAGA, kami harap PUSPAGA bisa mengembangkan pelayanan secara daring di seluruh provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia. “Saya mengapresiasi PUSPAGA yang telah memberikan pendampingan bagi para keluarga di luar Indonesia. Saya juga mengapresiasi para pimpinan daerah yang telah, sedang dan akan mengembangkan PUSPAGA di wilayahnya,” ujar Lenny.

Dinas PPPA memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan kualitas keluarga dan pemenuhan hak anak. Mengingat pembentukan layanan PUSPAGA ini berada di kluster 2 KLA dan merupakan indikator ke 8 dari 24 indikator KLA yang selalu dievaluasi setiap tahunnya. Jika kabupaten/kota belum memiliki PUSPAGA, maka tidak akan bisa menjadi kabupaten/kota layak anak.

Lenny mengajak seluruh konselor dan psikolog untuk terus mendampingi 81,2 juta keluarga demi kepentingan terbaik 79,55 Juta anak Indonesia.

Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Bidang Pengasuhan, Keluarga Dan Lingkungan, Rohika Kurniadi Sari menambahkan bahwa bimtek bersertifikat ini baru pertama kali dilaksanakan sejak PUSPAGA dibentuk pada 2016.

Pengembangan SIGA

Samarinda — Mengacu pada strategi nasional percepatan pengarusutamaan gender (PUG) melalui perencanaan dan penganggaran responsif gender, maka salah satu pelaksanaannya adalah ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad mengatakan, data merupakan informasi penting yang dapat dimanfaatkan seluruh unit  layanan sebagai bahan advokasi kepada instansi terkait berdasarkan bukti riil. Setelah data terkumpul diperlukan pengolahan, penyajian dan analisis lebih lanjut agar data menghasilkan informasi bagi pembuat keputusan.

Agar pengelolaan database lebih optimal perlu didukung suatu aplikasi yang dapat menyimpan, menambah, mengubah, menghapus maupun mengaksesnya. Menyadari pentingnya data terpilah maka perlu adanya pengembangan aplikasi Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA) di Kaltim.

Dengan adanya aplikasi SIGA sehingga dapat mempermudah dalam penyusunan kebijakan program dan kegiatan,” ujar Halda pada kegiatan Pengembangan Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA), berlangsung secara virtual di Princess Petung Room Hotel Grand Victoria Samarinda, Selasa (8/9/2020).

Halda menambahkan, pengumpulan dan pengolahan data terpilah gender dan anak pada masing-masing OPD dapat terwujud dengan baik dengan didukung ketersediaan data dan informasi yang akurat. Dalam pengembangan aplikasi SIGA diperlukan 1 indikator komposit yang mencerminkan gender dan hak anak. Hal ini digunakan untuk mengukur keberhasilan pembangunan lintas bidang sektor terkait dengan perlindungan perempuan dan anak.

“Kegiatan ini dilaksanakan untuk membangun mekanisme koordinasi antar OPD dalam pelaksanaan pengembangan aplikasi SIGA serta meningkatkan ketersediaan dan pemanfaatan data yang responsif gender dan peduli anak,” imbuh Halda.

Halda melanjutkan, gender dan anak merupakan isu lintas sektor yang melibatkan stakeholder berbagai bidang pembangunan. Saat ini struktur pengelolaan data terkait gender dan anak belum terdata dengan baik serta kondisi SDM yang masih perlu ditingkatkan. Banyaknya sumber data yang tersedia dan tidak terpusat menjadi salah satu tantangan dalam menyediakan bahan penyusunan kebijakan program dan kegiatan.

“Karena data gender dan anak menjadi elemen pokok bagi terselenggaranya PUG dan Pengarusutamaan Hak Anak (PUHA),” terang Halda.

Data gender dan anak dapat membantu para pengambil keputusan antara lain, mengidentifikasi perbedaan (kondisi dan perkembangan) keadaan laki-laki dan perempuan termasuk anak. Mengevaluasi dampak dari intervensi pembangunan terhadap laki-laki dan perempuan. Mengidentifikasi masalah, membangun opsi dan memilih opsi yang paling efektif untuk kemaslahatan laki-laki dan perempuan yang responsif terhadap masalah kebutuhan pengalaman laki-laki dan perempuan.

Untuk itu, guna memperkuat peraturan-peraturan yang ada ada di bidang PPPA maka dikeluarkan Peraturan Menteri Negara PPPA Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Data Gender dan Anak dan Peraturan Nomor 5 tahun 2014 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Data Gender dan Anak.

Diharapkan peraturan ini dapat meningkatkan komitmen pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam penggunaan data gender dan anak untuk perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. Selain itu, meningkatkan efektivitas penyelenggaraan PUG dan PUHA di daerah secara sistematis, komprehensif dan berkesinambungan. (dkp3akaltim/rdg)