75 Tahun Indonesia Merdeka, Anak Indonesia Harus Merdeka dari Kelaparan

Jakarta – Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) bersama Foodbank of Indonesia (FOI) dengan semangat nasionalisme mengajak masyarakat khususnya para bunda (kader, Pendidikan Anak Usia Dini, dan Taman Bacaan Masyarakat) untuk melaksanakan gerakan “Aksi 1000 Bunda untuk Indonesia” dalam memerdekakan balita dan anak di Indonesia dari kelaparan.

“Saya mendukung upaya FOI untuk membantu masyarakat dalam melakukan redistribusi (memperluas pemerataan) makanan berlebih sebagai upaya mencegah kemubaziran pangan dan membuka akses pangan bagi kelompok rentan, termasuk balita. Melalui Aksi 1000 Bunda untuk Indonesia, kami mengajak para bunda untuk bergerak bersama agar masyarakat tidak hanya paham akan pentingnya pemenuhan gizi anak, tetapi juga bergotong-royong menangani permasalahan gizi anak sebagai tanggungjawab dan kewajiban bersama yang dimulai dari tingkat keluarga. Mari kita bersinergi, demi kepentingan terbaik bagi 80 juta anak Indonesia yang kita cintai. Mereka masa depan kita, mereka generasi penerus bangsa,” ungkap Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Lenny N. Rosalin pada acara Konferensi Pers “Aksi 1000 Bunda untuk Indonesia” yang dilaksanakan secara virtual (18/08/2020).

Lenny menuturkan generasi penerus bangsa harus sehat, cerdas, kreatif, dan produktif. Jika anak terlahir sehat, tumbuh dengan baik dan didukung pendidikan yang berkualitas maka anak akan menjadi generasi yang menunjang kesuksesan pembangunan bangsa. Sebaliknya, jika anak terlahir dan tumbuh dalam situasi kekurangan gizi kronis, maka anak akan menjadi kerdil (stunting).

“Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita, sehingga anak menjadi terlalu pendek untuk usianya. Hal ini disebabkan karena multi faktor dimensi dan tidak hanya karena faktor gizi buruk yang dialami ibu hamil maupun anak balita. Stunting juga disebabkan karena terjadinya kekurangan gizi kronis saat bayi dalam kandungan hingga usia dua tahun. Dalam jangka pendek, stunting mengakibatkan terhambatnya tumbuh kembang anak, seperti penurunan fungsi kekebalan tubuh, gangguan metabolisme, tidak maksimalnya perkembangan otak, memengaruhi kemampuan mental anak, belajar tidak maksimal mengakibatkan prestasi belajar yang buruk. Dalam jangka panjang, anak dengan stunting akan beresiko mengalami antara lain, penyakit jantung koroner, hipertensi, dan osteoporosis,” jelas Lenny.

Lebih lanjut Lenny menegaskan pentingnya memberikan perhatian khusus pada periode 1.000 hari pertama kehidupan anak karena menjadi penentu tingkat pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas seseorang di masa depan. Terkait upaya pencegahan stunting, Lenny menekankan pentingnya koordinasi lintas sektor dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat umum, dan lainnya untuk memastikan sinergi seluruh program/kegiatan terkait pencegahan stunting, terutama dengan meningkatkan cakupan dan kualitas gizi spesifik dan gizi sensitif pada kelompok ibu hamil, ibu menyusui, dan anak berusia 0-23 bulan.

Sementara, Ketua Yayasan Lumbung Pangan Indonesia, Wida Septarina menuturkan berdasarkan Indeks Kelaparan Global 2019, Indonesia masih menghadapi masalah kelaparan yang serius. Kelaparan tersebut terbagi menjadi dua, yaitu kelaparan karena kemiskinan yang menyebabkan sekitar 40-50% anak ke sekolah dengan perut kosong, dan kelaparan yang tersembunyi (hidden hunger) yaitu fenomena kekurangan vitamin dan mineral yang dapat berujung pada stunting.

Wida menambahkan kondisi tersebut diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 di Indonesia yang mengakibatkan peningkatan kelaparan pada balita di Indonesia. Kondisi kemiskinan dan daya beli pangan yang menurun mengakibatkan keterbatasan akses, ketersediaan, dan keterjangkauan bahan pangan sehat pada keluarga. Hal tersebut menimbulkan terganggunya akses pangan dan risiko kekurangan gizi pada balita. Sebelum adanya pandemi, kelaparan sudah terjadi, bagaimana pentingnya upaya bersama untuk menghentikan masalah tersebut, mengingat anak sangat tergantung kepada orangtuanya untuk mendapatkan makanan bergizi.

“Mari kita peringati dan isi kemerdekaan ini dengan hal positif. Merdeka yang hakiki adalah merdeka dari rasa lapar. Saatnya kita memerdekakan anak dari kelaparan, melalui gerakan ‘Aksi 1000 Bunda untuk Indonesia’, FOI mengajak para bunda (Kader, PAUD, TBM, calon bunda, pakar) untuk bergerak memerangi kelaparan pada balita dengan membuka akses pangan melalui pembagian makanan, edukasi serta berdialog dengan para relawan di 45 titik wilayah Indonesia yang ditargetkan dapat membantu 50.000 balita di Indonesia. Aksi ini akan dilaksanakan hingga 22 Desember 2020, ditutup tepat pada peringatan Hari Ibu. Marilah kita dukung upaya ini demi melindungi anak sebagai generasi penerus bangsa,” tegas Wida.

Pada rangkaian acara ini, sejumlah ibu atau bunda dari seluruh wilayah di Indonesia membacakan Deklarasi ‘Aksi 1000 Bunda untuk Indonesia’ yang di antaranya yaitu membulatkan tekad untuk memerangi kelaparan pada balita di sekitarnya, mengajak para bunda/orangtua untuk peduli dan turut berperan membuka akses pangan bagi balita, serta menciptakan kondisi yang baik bagi tumbuh kembang balita untuk mencapai cita-cita perjuangan bangsa.

Kesetaraan Gender Dalam Pembangunan

Samarinda — Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan Rapat Monitoring dan Evaluasi Pengarusutamaan Gender (Monev PUG) terkait capaian IDG dan IPG Kaltim, berlangsung secara virtual, Selasa (18/8/2020).

Kepala Bidang Kesetaraan Gender Dwi Hartini mengatakan, menurut data BPS Kaltim Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kaltim terpilah laki-laki dan perempuan pada tahun 2019 yaitu 70,14, berada di atas IPM Nasional yaitu 69,18.

“Sementara, Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kaltim sebesar 85,98 berada dibawah IPG Nasional 91,07. Sedangkan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Kaltim tahun 2018 sebesar 57,53, sangat jauh dari angka nasional sebesar 72,1,” ujar Dwi.

IDG menunjukkan apakah perempuan dapat secara aktif berperan serta dalam kehidupan ekonomi dan politik. IDG menitikberatkan pada partisipasi, dengan cara mengukur ketimpangan gender di bidang partisipasi politik, pengambilan keputusan (sosial) dan aksesibilitas terhadap sumber daya ekonomi.

IDG terdiri tiga dimensi yakni keterwakilan di parlemen dengan indikator persentase anggota parlemen laki-laki dan perempuan, pengambilan keputusan dengan indikator persentase pejabat tinggi, manajer, pekerja profesional dan teknisi, distribusi pendapatan dengan indokator persentase upah buruh non pertanian disesuaikan antara laki-laki dan perempuan.

“Kaltim terus berupaya untuk mendorong perempuan dapat berpartisipasi dalam pembangunan. Kita semua memiliki peran penting dalam mempercepat tercapainya kesetaraan gender, perempuan, anak perempuan, laki-laki, dan anak laki-laki, kebijakan yang tepat tersedia agar perempuan berdaya, serta seluruh masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk meraih mimpinnya,” terang Dwi.

Sehingga Kesetaraan Gender sangat penting karena dapat membuat Kaltim jauh lebih baik. Karena separuh potensi Kaltim ada pada perempuan. Hal ini juga sejalan dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan. Selain itu perempuan juga perlu mendapatkan akses, control, partisipasi dan manfaat dari dan dalam pembangunan. (dkp3akaltim/rdg)

Pengembangan KLA Kaltim Mencapai 90 persen

Samarinda — Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim Halda Arsyad, mengatakan tahun 2010 Provinsi Kalimantan Timur ditunjuk dan ditetapkan  sebagai salah satu Provinsi Pengembang Kabupaten / Kota Layak Anak (KLA) dari 10 Provinsi di Indonesia oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Pada perkembangannya sampai pertengahan tahun 2020 capaian Pengembangan KLA Provinsi Kaltim telah mencapai 90 persen, walaupun Kabupaten Kutai Barat belum mendapatkan penghargaan dikarenakan tahun 2019 nilai capaiannya belum mencukupi standar kategori Pratama, dan untuk Provinsi Kaltim telah ditetapkan sebagai Provinsi Penggerak KLA oleh Menteri PPPA pada tahun 2017.

 

“Keberhasilan ini tentunya tidak terlepas dari peran serta seluruh pihak baik OPD Anggota Gugus Tugas KLA maupun organisasi, lembaga masyarakat dan dunia usaha, dan bukan hal mudah untuk mewujudkan KLA butuh komitmen yang kuat, butuh sinergi lintas bidang pembangunan, lintas OPD dan lintas daerah,” ujar Halda pada Workshop KLA se Kaltim yang berlangsung secara virtual, Selasa (18/8/2020).

Karena suatu kabupaten/kota, kata dia, dapat dikatakan layak anak jika telah memenuhi sistem pembangunan berbasis hak anak, melalui pengintegrasian komitmen seluruh stakeholder.

 

Oleh karena itu, lanjut Halda, penaganan yang holistik dan integratif sangat penting termasuk perlibatan dan kerjasama dengan seluruh lapisan masyarakat serta pemangku kepentingan. Koordinasi yang intens merupakan kunci keberhasilan dalam mewujudkan kabupaten/kota tidak hanya layak anak tetapi yang berkelanjutan sesuai dengan Sustainable Development Goals (SDGs).

 

“Kedepan kita bersama saling belajar bagaimana Kota Bontang mengembangkan Tempat Ibadah Ramah Anak melalui 21 MRA, Praktek Baik kerjasama dengan dunia usaha melalui APSAI di Kota Balikpapan, Bontang, Penajam Paser Utara,” imbuh Halda.

 

Dalam kesempatan ini,  Dinas PPPA Kota Samarinda, Kabupaten Kutai Barat dan Kabupaten Mahulu juga menyampaikan kemajuan pengembangan KLA di tempat masing-masing sehingga selain bisa saling mensupport dalam praktik baik dan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan KLA.

 

Workshop ini diikuti Dinas PPPA dan Forum Anak se Kaltim, Bappeda, Dinas Kesehatan, Disdikbud, Dinas Sosial dan Kemenag. Hadir menjadi narasumber Fasilitator KLA Pusat Hamid Pattilima dan Fasilitator KLA Provinsi Sumadi. (dkp3akaltim/rdg)