Cegah Anak Indonesia dari Bujukan Rokok, Menteri Bintang Dorong Larang Segala Bentuk Iklan, Promosi dan Sponsor Rokok

Jakarta — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PPPA RI), Bintang Puspayoga sangat khawatir dengan jumlah perokok pemula yang terus meningkat setiap tahunnya. Perokok pemula dengan kategori usia 10-18 tahun inilah yang menjadi target utama industri rokok. Beredarnya video viral di media sosial yang memperlihatkan sekelompok anak sedang merokok adalah salah satu contohnya. Ironisnya, beberapa orang dewasa di sekitar mereka justru melakukan pembiaran.
“Rokok menghambat hak anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal. Hal ini berlaku baik pada anak yang menjadi perokok aktif maupun anak yang terpapar asap rokok atau pasif. Kami sangat khawatir karena berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar pada 2018, tercatat sebanyak 2,1% anak usia 10-14 tahun sudah merokok dan 2% di antaranya bahkan merupakan mantan perokok. Selain itu, prevalensi merokok penduduk usia anak 10-18 tahun sebanyak 9,1% pada 2018. Hal ini menjadi perhatian serius kami,” jelas Menteri Bintang dalam acara Webinar Perlindungan Anak dari Paparan Asap Rokok dan Target Industri sebagai Perokok Pemula yang dilaksanakan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) dalam rangka memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia Tahun 2020, Minggu (31/5/2020).
“Kemudahan akses bagi anak terpapar informasi pemakaian rokok dan akses mendapatkan rokok dengan harga murah menjadi salah satu penyebabnya. Sebanyak 28% remaja merokok saat berkumpul dengan teman sebayanya (Penelitian Komasari dan Helmi, 2000 dalam Profil Anak Indonesia, 2019). Hal Ini menunjukkan bahwa kebiasaan merokok pada perokok pemula dapat terus menyebar antar teman sebaya jika tidak dilakukan intervensi dengan serius. Namun selain teman sebaya, orangtua yang merokok merupakan salah satu contoh buruk bagi anak,” ujar Menteri Bintang.
Lebih lanjut Menteri Bintang mengungkapkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara status merokok anak dengan paparan iklan rokok, pemberian sampel rokok gratis, sponsor rokok di acara olahraga, logo rokok pada merchandise, sponsor rokok di acara musik, dan harga diskon (Tobacco Control Support Center IAKMI).
“Kami mendorong agar segala bentuk iklan, promosi dan sponsor rokok dilarang secara tegas karena mempengaruhi anak-anak kita. Jika tidak ada upaya serius, maka pada 2030 jumlah perokok anak akan mencapai 15,8 juta atau 15,91% (Proyeksi Bappenas, 2018). Selama ini, berbagai upaya telah dilakukan Kemen PPPA untuk mencegah terpaparnya anak-anak dari rokok. Salah satunya yaitu dengan mengeluarkan kebijakan yang menyentuh ke sistem perlindungan anak di tingkat daerah. Kemen PPPA telah menetapkan upaya pengendalian tembakau atau rokok sebagai salah satu dari 24 indikator Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA). Hal ini diterapkan melalui tersedianya kawasan tanpa rokok (KTR) dan tidak adanya iklan, promosi serta sponsor rokok di daerah” jelas Menteri Bintang.
Kemen PPPA juga mendukung upaya pengendalian rokok utamanya bagi anak, yaitu melalui Sosialisasi Bahaya Rokok dan Kesehatan Reproduksi bagi Anak sebagai Pelopor dan Pelapor (2P), Kampanye Anak Indonesia Hebat Tanpa Rokok secara terus menerus, penguatan kapasitas dan peran Forum Anak sebagai 2P mengenai Bahaya Rokok, serta beberapa program lainnya yang intinya untuk mencegah dan menghindarkan anak dari rokok.
“Selain itu, Kemen PPPA juga terlibat dalam penyusunan rekomendasi Policy Round Table bersama mitra K/L dan lembaga non pemerintah, yang hasilnya digunakan sebagai masukan bagi Bappenas dalam menyusun RPJMN 2020-2024”, tambah Bintang.
Kemen PPPA telah membuat wadah bagi anak-anak Indonesia untuk menyuarakan pendapatnya melalui Forum Anak yang telah terbentuk secara nasional, hingga tingkat provinsi dan kabupaten/kota, bahkan hingga di desa/kelurahan.
“Peran Forum Anak sebagai pelopor dan pelapor menjadi sangat penting dalam menyuarakan perlindungan anak dari bahaya rokok. Tidak hanya itu, anak juga memiliki potensi yang besar untuk memberikan pengaruh pada lingkungan sekitar, termasuk masyarakat secara luas,” tambah Menteri Bintang.
Pada 2020 ini, Kemen PPPA akan menginisiasi Smoke-Free Family (Keluarga Bebas Rokok) sebagai salah satu upaya pengendalian tembakau/rokok melalui lingkup keluarga. Kemen PPPA juga terus berupaya membangun jejaring dengan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor dalam melindungi anak-anak dari bahaya rokok.
“Kami percaya bahwa perlindungan anak dan tumbuh kembang anak yang optimal dapat terwujud dengan adanya kerjasama kuat dari berbagai pihak, termasuk LPAI sebagai organisasi masyarakat penggiat perlindungan anak. Indonesia bisa menjadi negara maju, apabila anak-anak dapat tumbuh dengan sehat, cerdas, berakhlak, dan berkarakter,” ujar Menteri Bintang.
Pada kesempatan acara webinar tersebut, Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial, Harry Hikmat menegaskan bahwa Kementerian Sosial akan mengevaluasi Program Keluarga Harapan (PKH) untuk memastikan para keluarga pra sejahtera penerima, betul-betul memanfaatkan bantuan demi meningkatkan kualitas anak, baik dari aspek kesehatan dasar, pendidikan, maupun kesejahteraan sosial, bukan disalahgunakan untuk membeli rokok. “Kami melarang keras jika bantuan ini digunakan untuk membeli rokok. Jika perlu kami akan membuat daftar negatif penerima bantuan yang diketahui telah melakukan penyimpangan,” tegas Harry Hikmat.
Sementara itu, Technical Consultan International Union Againts Tubercolosis and Lung Disease (The Union) Indonesia, Fauzi Ahmad Noors pada kesempatan tersebut menyampaikan bahwa momentum Hari Tanpa Sembakau Sedunia bisa dijadikan sebuah gerakan anak-anak dan pelajar dari seluruh Indonesia untuk mengetuk nurani pemerintah agar melakukan kebijakan nyata dan tegas untuk melarang semua bentuk iklan rokok khususnya di internet pada masa pandemi COVID-19. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan jutaan anak Indonesia dari paparan iklan rokok selama belajar melalui media daring atau online di rumah.
Ketua LPAI, Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto mengungkapkan bahwa sudah berpuluh tahun pandemi rokok mengancam anak-anak di Indonesia. “Dahsyatnya bahaya rokok untuk kesehatan jiwa yang dapat membunuh, dikemas begitu indah dengan model, artis, slogan yang terkesan membanggakan dan penuh kreatifitas. Dipandu berbagai promosi, sponsor acara olahraga dan konser musik. Hal inilah yang membuat masyarakat bingung, karena penggandengan sesuatu yang buruk menjadi baik. Oleh karena itu, kita harus mendesak pemerintah untuk melarang keras promosi rokok tersebut dan perlu langkah tegas dari semua pihak. Keluarga juga harus melakukan perlindungan terhadap anak, baik melalui dongeng, lagu, cerita bergambar atau film untuk melawan manipulasi bahaya rokok yang mengancam,” jelas Kak Seto.
Sebelum acara berakhir, Menteri Bintang menyatakan bahwa sumber daya masa depan Indonesia yang berdaya saing dan unggul berada di tangan 30,1% atau 79,55 juta anak Indonesia (BPS, 2019). “Dari angka tersebut, dapat kita bayangkan betapa pentingnya berinvestasi terhadap kualitas anak-anak Indonesia dengan memenuhi hak-hak dan melindungi mereka seoptimal mungkin. Mari kita semua bersinergi dan bergandengan tangan untuk melindungi anak bangsa dari pengaruh buruk asap rokok, demi mewujudkan cita-cita Indonesia Layak Anak (IDOLA) Tahun 2030 dan Indonesia Emas Tahun 2045.
Pada akhir rangkaian webinar, perwakilan dari Forum Anak Tanpa Tembakau menyampaikan Deklarasi Anak Bebas Asap Rokok, yang ditayangkan melalui rekaman video. Adapun isi deklarasi tersebut yaitu:
“Kami anak Indonesia menyatakan ingin bebas dari asap rokok, untuk itu kami:
1. Mendorong pemerintah untuk melindungi hak anak secara total dari dampak buruk zat adiktif seperti rokok dan narkoba;
2. Memohon kepada pemerintah untuk mengadakan sosialisasi dan edukasi tentang dampak buruk asap rokok;
3. Memohon kepada pemerintah agar segera mengeluarkan UU atau peraturan terkait pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok;
4. Melakukan perubahan UU Perlindungan Anak terkait pasal 59 ayat 2 huruf E dan pasal 67 yang menyatakan zat adiktif lainnya dengan memasukkan secara tegas kata tembakau atau rokok;
5. Menandatangani Framework Convention on 0Tobacco Control (FCTC);
6. Menaikkan harga rokok sekurang-kurangnya Rp. 100.000,- perbungkus;
7. Menaikkan pajak rokok setiap tahun sebesar 100% disertai dengan pelarangan penjualan secara batangan;
8. Mendesak pemerintah untuk melaksanakan penegasan hukum terkait peraturan kawasan tanpa rokok.
Hadir dalam webinar tersebut Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA, Lenny Rosalin, juga menjelaskan tentang 5 (lima) strategi yang ditargetkan bagi anak, keluarga, satuan pendidikan, lingkungan, dan wilayah, dalam upaya mewujudkan #AnakIndonesiaHebatTanpaRokok

NEW NORMAL: TAK PERLU TERGESA-GESA KEMBALI KE SEKOLAH

(Optimalisasi Pemenuhan dan Perlindungan Hak Anak Selama Pandemi Covid-19)

*) Siti Mahmudah Indah Kurniawati, S.Psi. Psikolog

 

Hampir 3 bulan kita berada dalam kondisi pandemi covid-19 dimana seluruh aspek kehidupan mengalami perubahan secara tiba- tiba dan seluruh aktivitas yang biasa dilakukan diluar rumah kemudian berubah seiring adanya kebijakan pemerintah untuk melakukannya dirumah. Kondisi ini tentunya akan berimbas pada munculnya permasalahan sosial dan otomatis muncul kelompok rentan terdampak dimana didalamnya ada anak, perempuan dan disabilitas yang mengalami dampak dari kondisi ini. Dan ini merupakan hari ketiga dimana saya menerima puluhan pesan singkat melalui E-mail, Whatsapp maupun DM Instagram terkait kegelisahan para orang tua terkait wacana kembalinya anak-anak ke sekolah. Beberapa mengalami kecemasan bagaimana nantinya anak-anak memiliki kesiapan selama di sekolah, kemudian berapa lama mereka di sekolah dan bagaimana resiko yang akan diterima anak, apakah bisa saling bekerjasama antar siswa dengan temannya atau bahkan sampai pada mekanisme seperti apa yang akan diterapkan di sekolah, dan apakah protokol kesehatan bisa berjalan.

Jika kita mengacu pada definisi new normal merupakan  skenario untuk mempercepat penanganan COVID-19 dalam aspek kesehatan dan sosial-ekonomi. Pemerintah Indonesia telah mengumumkan rencana untuk mengimplementasikan skenario new normal dengan mempertimbangkan studi epidemiologis dan kesiapan regional, artinya untuk dunia pendidikan tentunya diperlukan kajian mendalam terkait kesiapannya karena menyangkut hak hidup anak-anak usia sekolah maupun pra sekolah. Indikator New Normal sebagaimana disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Suharso Monoarfa, beberapa indikator dari WHO dalam rangka skenario new normal di tengah pandemi corona adalah 1). Tidak menambah penularan atau memperluas penularan atau semaksimalnya mengurangi penularan, 2). Menggunakan indikator sistem kesehatan yakni seberapa tinggi adaptasi dan kapasitas dari sistem kesehatan bisa merespons untuk pelayanan COVID-19, 3). Surveilans yakni cara menguji seseorang atau sekelompok kerumunan apakah dia berpotensi memiliki COVID-19 atau tidak sehingga dilakukan tes masif. Tentunya menjadi pertimbangan tim gugus tugas percepatan penanganan covid-19 di daerah khususnya untuk membuka kembali aktivitas pembelajaran di sekolah.

Pertimbangan lainnya adalah bahwa anak-anak tidak kebal dengan Covid-19 dimana trend penyebarannya mulai menyisir pada anak-anak, sebagaimana disampaikan oleh Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), DR. dr. Aman Bhakti Pulungan, SpA(K), FAAP, FRCPI bahwa hampir 3.400 anak berstatus pasien dalam pengawasan (PDP), kematian PDP sebanyak 129 anak, positif Covid-19 pada anak sebanyak 584 kasus, dan 14 kematian anak dari kasus positif Covid-19. Temuan ini menunjukkan bahwa angka kesakitan dan kematian anak akibat COVID-19 di Indonesia tinggi dan membuktikan bahwa tidak benar kelompok usia anak tidak rentan terhadap COVID-19 atau hanya akan menderita sakit ringan saja. Hal ini tentunya menjadi bahan pertimbangan mendasar dan utama jika akan membuka kembali pembelajaran di sekolah pada pertengahan bulan juli nanti.

Meskipun dalam kondisi wabah namun pemenuhan dan perlindungan hak anak harus dilakukan untuk menjamin anak tetap mendapatkan hak-haknya., diantaranya adalah hak untuk hidup, tumbuh dan berkembang, serta berpartisipasi optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan. Dalam menghadapi pandemi Covid-19, orang tua atau orang dewasa di sekitar harus memastikan anak-anak tetap terlindungi. Anak-anak rentan mengalami perlakuan salah, eksploitasi atau bahkan kekerasan selama pandemi berlangsung.

Prinsip-prinsip Pengurangan Resiko Bencana (Alam/ Non Alam) yaitu  “DO NO HARM ” dan “BUILD BACK BETTER- membangun kembali dengan lebih baik” adalah pilar penting dari upaya pengurangan risiko bencana yang efektif dan tidak membuat anak menjadi terpapar atau semakin terpapar pada resiko. Dari perspektif perlindungan anak, upaya pengurangan resiko bencana yang mengedepankan prinsip “DO NO HARM”  saat berinteraksi dengan anak, baik itu saat melibatkan anak secara aktif untuk melakukan kajian resiko, membuat perencanan kesiapsiagaan di tingkat sekolah maupun lingkungan tempat tinggalnya, dan memberikan pengetahuan dasar untuk mengenali ancaman, menghindari ancaman dan menyelamatkan diri secara mandiri saat kondisi bencana (Alam/ Non Alam) menjadi hal mendesak untuk dilakukan. Karena pengkondisian anak di sekolah tak semudah yang dibayangkan.

Sehingga membangun partipasi masyarakat dari seluruh lapisan menjadi prioritas bersama, pihak sekolah dengan orang tua terkait mengawal pelaksanaan pendisiplinan protokol kesehatan yang telah diterapkan selama pandemi baik dilingkungan rumah dan kelak di sekolah jika kondisi kondusif untuk kembali ke sekolah. Dimana fokus kita selama periode lockdown ini adalah bagaimana menjaga diri kita dan orang yang kita cintai tetap sehat, kita juga harus mengingat jutaan anak yang berisiko menjadi korban yang terlupakan dari pandemi ini. Seperti apa dunia mereka besok, dan seperti apa masa depan mereka nantinya, juga menjadi tanggung jawab kita hari ini. Harapan bersama semoga bumi segera pulih dan kita bisa beraktivitas seperti sedia kala. Aamiin Yaa Rabbal’ alamiin.#gembiradirumah #belajardirumah #bersamajagakeluargakita #salamberlian

 

*) Founder Biro Psikologi Inka Alzena

Kepala Seksi Tumbuh Kembang Anak, DKP3A Prov.Kaltim

Koordinator Divisi Pencegahan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Ruhui Rahayu Provinsi Kalimantan Timur

 

Perkuat Komitmen Lindungi Anak, Kemen PPPA Terbitkan Panduan PATBM dalam Pandemi Covid-19

Jakarta — Pandemi Covid-19 dapat menempatkan anak pada situasi sulit, salah satunya menghambat kegiatan belajar-mengajar anak di sekolah. Hal ini kemudian berpotensi untuk menyebabkan tidak terpenuhinya hak-hak anak termasuk perlindungan bagi anak itu sendiri. Untuk merespons hal tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menerbitkan panduan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dalam Pandemi Covid-19.

“Sejak awal pandemi Covid-19 di Indonesia, PATBM telah bergerak dan melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanganan Covid-19 salah satunya melalui 10 aksi gerakan #BERJARAK. Penerbitan panduan PATBM dalam pandemi Covid-19 ini sebagai bentuk penegasan dan memperjelas peran dan tugas dari PATBM. Tujuannya agar para aktivis, kader, dan relawan PATBM mampu memahami langkah-langkah yang perlu diambil secara bijaksana ketika kasus Covid-19 masuk dalam komunitas mereka dan mengancam pemenuhan hak serta perlindungan anak,” tutur Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA, Nahar saat membuka Webinar Peluncuran Panduan Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) dalam Pandemi Covid-19, di Jakarta.

Nahar menambahkan pada situasi saat ini kehadiran PATBM sebagai bagian dari inisiatif masyarakat yang inovatif menjadi sangat strategis. “Peran para aktivis PATBM yang menguasai situasi di masyarakat diharapkan mampu mempermudah dalam menindaklanjuti hal apa saja yang diperlukan saat terjadi kasus COVID-19 di lingkungan mereka. Selain dapat membuka pandangan publik tentang pentingnya melindungi anak dalam krisis pademi COVID-19, panduan PATBM juga dapat menjadi salah satu acuan untuk bersiap menghadapi tatanan kehidupan normal baru (new normal) yang tengah disiapkan oleh Pemerintah. Aktivis PATBM dapat mengambil peran dalam mensosialisasikan dan menyiapkan kondisi New Normal pada tingkat masyarkat khususnya pada perempuan dan anak,” ujar Nahar.

Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM) sebagai salah satu gerakan perlindungan anak berbasis masyarakat yang telah diinisiasi oleh Kemen PPPA dan telah dikembangkan bersama Pemerintah provinsi/kabupaten/ kota. Selama ini PATBM berperan aktif dalam upaya perlindungan dan penghapusan kekerasan terhadap anak di Indonesia, terutama pada kelompok masyarakat di tingkat desa atau RT/RW. PATBM juga menjadi gerakan organik yang responsif ketika dihadapkan pada adanya bentuk ancaman atau kasus pelanggaran pemenuhan hak dan perlindungan anak, termasuk ancaman yang tengah kita hadapi bersama saat ini yaitu pandemi Covid-19. Saat ini terdapat 548 aktivis PATBM yang juga telah tergabung sebagai relawan pencegahan Covid-19 di tingkat desa/kelurahan.

Fasilitator Nasional PATBM, Antik Bintari menuturkan dengan adanya panduan PATBM dalam pandemi Covid-19 ini akan lebih memperjelas dan mempermudah peran dan tugas para aktivis, kader, dan relawan PATBM. “Ada 4 urutan tatalaksana PATBM dalam panduan ini yakni; Persiapan dengan membuat perencanaan keiatan baik melalui online maupun offline; Pendampingan yang dilakukan setelah menerima laporan dan melakukan penjangkauan kasus baik kasus kekerasan maupun Covid-19; Rujukan yang dilakukan dalam kondisi khusus yang terlebih dahulu di diskusikan dengan tim Gugus Tugas Covid-1; dan Pelaporan yang dikumpulkan dari data harian terpilah anak dari unsur paling kecil yaitu desa atau kelurahan,” tambah Antik.

Sementara itu, Direktur Utama Wahana Visi Indonesia (WVI), Doseba Sinay mengatakan WVI pastinya akan memberikan dukungan dalam pelaksanaan panduan PATBM dalam pandemi Covid-19. “Panduan ini merupakan langkah yang sangat strategis dalam upaya pencegahan dan penanganan Covid-19 khususnya pada anak. Panduan ini  juga telah diselaraskan dengan beberapa protokol penanganan Covid-19 pada anak yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Penanganan Covid-19. Besar harapan agar ini menjadi semangat baru bagi kita semua dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan kondisi new normal dalam waktu dekat,” ujar Doseba Sinay.

“Kami juga berharap kolaborasi ini dapat memberi kontribusi nyata terhadap langkah penanganan Covid-19 di Indonesia. Anak-anak sebagai kelompok yang paling rentan juga ikut terlindungi kesehatan dan hak-haknya sekalipun di tengah pandemi,” tambah Doseba.

Panduan PATBM dalam pandemi COVID-19 selaras dengan Keputusan Presiden No 9 Tahun 2020 tentang perubahan atas Keputusan Presiden Nomer 7 tahun 2020 tentang gugus tugas percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) yang secara umum adalah melaksanakan pencegah penularan COVID-19 pada anak dan menurunkan kekerasan pada anak dalam situasi pandemi COVID-19.

Webinar Tantangan Kependudukan di Tengah Pandemi Coovid-19

Samarinda — Deputi Pengendalian Penduduk BKKBN RI menggelar Webinar secara virtual bertajuk Tantangan Kependudukan di Tengah Pandemi Covid-19: Pekerja Migran Indonesia (PMI) Pulang Kampung, bekerjasama dengan LIPI, Kamis (28/5/2020).

Kepala BKKBN RI Hasto Wardoyo mengatakan, pandemi Covid-19 menempatkan banyak negara ke dalam kondisi yang mengkhawatirkan. Selain karena jumlah korban yang masih terus menanjak grafiknya, ketidakpastian kapan pandemi akan berakhir, dampak yang ditimbulkan oleh pandemi menyerang berbagai aspek kehidupan. Hal yang paling nyata dari imbas pandemi adalah ratusan juta orang di dunia berisiko jatuh ke garis kemiskinan seiring dengan anjloknya perekonomian.

“Pulangnya pekerja migran Indonesia (PMI) ke tanah air menjadi salah satu isu yang mewarnai kepanikan masyarakat di tengah pandemi yang belum tentu kapan berakhirnya. Sedangkan berdasarkan sumber data SISKOTLN terintegrasi Simkim dan sistem kepulangan online, jumlah kepulangan PMI selama Pandemi Covid-19 sebanyak 126.742 orang. Konsep “virus tidak bergerak, tetapi manusia yang memindahkan virus” memperlihatkan mobilitas penduduk sebagai faktor kunci tersebarnya Covid-19,” ujarnya.

Sementara dari aspek kependudukan, pandemi Covid-19 berimplikasi luas terhadap pencapaian dan pemanfaatan bonus demografi. Usaha pencapaian dan pemanfaatan bonus demografi yang mengandalkan kelompok usia produktif terbentur pada kenyataan meningkatnya jumlah pengangguran, baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan, kelompok ini berisiko menjadi penyumbang angka kemiskinan.

“Kualitas penduduk menjadi syarat untuk memaksimalkan Bonus Demografi di Indonesia dalam situasi pandemi Covid 19,” imbuhnya.

Pembangunan yang berpusat pada manusia harus diterapkan dengan penduduk tumbuh seimbang dan berkualitas, pengendalian urbanisasi dan pengelolaan migrasi, perlidungan sosial yang komprehensif dan berkelanjutan, serta terjaganya nilai-nilai keluarga dan lingkungan intergenerasi

.
Keluarga menjadi unit terkecil dalam penduduk. Penduduk disamping untuk tumbuh seimbang juga tujuan utamanya agar bonus demografi bisa dipetik sehingga penduduk menjadi sumber daya pembangunan bukan beban pembangunan.

Gubernur Rayakan Ied Bersama Keluarga

Samarinda — Hari Raya Idulfitri tahun ini menjadi hari raya yang sangat berbeda bagi keluarga besar Gubernur Kaltim H Isran Noor.

Di tengah pandemi virus corona yang melanda dunia, tak ada open house. Pun  tidak ada lagi antrian panjang untuk sekadar berjabat tangan dan bersilaturahmi dengan orang nomor satu Kaltim itu.

Namun demikian, Gubernur Isran Noor dan istri, Hj Norbaiti, bersama keluarga dan staf tetap merayakan hari kemenangan dengan melaksanakan salat Ied di kediaman pribadi, Jalan Adipura 21, Sungai Kunjang, Samarinda. Gema takbir, tasbih dan tahmid tetap berkumandang meski tidak terdengar membahana.

“Saya ucapkan minal aidzin wal faidzin untuk semua warga Kaltim. Mari rayakan hari kemenangan ini dengan penuh hikmah tetap di rumah, hindari kerumunan, dan semoga ujian ini segera berlalu,” kata Gubernur Isran Noor, Minggu (24/5/2020).

Usai melaksanakan salad Ied di rumah, tidak ada aktivitas open house, seperti rutin dilakukan Gubernur Isran Noor seperti tahun-tahun sebelumnya.

Hal ini sesuai dengan imbauan yang disampaikan Gubernur Isran Noor untuk meniadakan open house dan halal bihalal tahun ini.

“Tahun ini kita memang tidak bisa berjabat tangan. Tapi, silaturahmi dengan rakyat harus tetap tersambung. Tidak boleh putus silaturahmi kita, hanya karena virus corona,” tambah mantan bupati Kutai Timur itu.

Sejak pagi hingga siang ini, Gubernur Isran Noor hanya menerima kunjungan keluarga dan bercengkrama dengan anak dan cucu.

“Iya benar. Bapak (Gubernur Isran Noor), hanya menerima silaturahmi dari keluarga terdekat di Samarinda. Karena Covid-19, tahun ini kami tidak menggelar open house. Minal aidzin wal faidzin, mohon maaf lahir dan batin,” Norbaiti menimpali. (humasprov)

Kemen PPPA Bersama BKF dan UNDP Gelar Diskusi Publik sekaligus Luncurkan Buku Penganggaran Perubahan Iklim Responsif Gender

Jakarta — Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) bersama Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan, serta United Nations Development Program (UNDP) telah menyelenggarakan acara diskusi publik sekaligus peluncuran buku Penganggaran Perubahan Iklim Responsif Gender yang dilaksanakan secara virtual dan dihadiri perwakilan dari berbagai kementerian, pemerintah daerah, perguruan tinggi, NGOs/CSOs dan mitra pembangunan.

“Pengarusutamaan gender harus terefleksikan dalam proses penyusunan kebijakan perencanaan dan penganggaran untuk menjamin agar perencanaan dan penganggaran yang dibuat seluruh kementerian/lembaga sudah adil bagi seluruh kelompok masyarakat,“ ungkap Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Agustina Erni dalam sambutannya pada kegiatan tersebut (20/05).

Erni mengungkapkan, hasil kegiatan tersebut menunjukkan bahwa sistem perencanaan dan penganggaran Indonesia telah cukup memadai untuk mengimplementasikan tema gabungan anggaran perubahan iklim yang responsif gender. Hal tersebut didukung dengan adanya  regulasi tentang sinkronisasi perencanaan dan penganggaran; mekanisme dan institusi yang memfasilitasi proses penandaan anggaran perubahan iklim maupun gender; serta sistem penghargaan untuk lembaga yang berhasil melaksanakan Perencanaan Penganggaran Responsif Gender, yaitu Anugerah Parahita Ekapraya (APE).

“Kedepannya diharapkan pengembangan tema gabungan anggaran perubahan iklim yang responsif gender ini, dapat memberikan co-benefit dalam mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca nasional serta mencapai keadilan dan kesetaraan gender yang tercermin dari peningkatan indikator Indeks Pembangunan Gender (IPG) dan Indeks Pemberdayaan Gender (IDG),“ jelas Erni.

Di samping itu, Kepala BKF Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu menyampaikan bahwa kajian tersebut ditujukan untuk menggambarkan regulasi terkait perencanaan dan penganggaran serta kondisi terkini dalam penyusunan anggaran perubahan iklim responsif gender yang telah dilakukan kementerian terkait dan dapat dikembangkan untuk penelitian lanjutan bagi pemangku kepentingan kebijakan.

“Buku Penganggaran Perubahan Iklim yang Responsif Gender menyajikan analisis hasil dari tema gabungan pembiayaan gender dan perubahan iklim melalui sistem penandaan anggaran (budget tagging) yang telah lama dikembangkan Kementerian Keuangan,“ jelas Febrio.

Febrio menuturkan penandaan anggaran tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan memantau alokasi pembiayaan program kementerian/lembaga terkait perubahan iklim dan gender. Berdasarkan hasil kajian, terdapat tiga kementerian yang memiliki output dengan tema gabungan perubahan iklim dan gender, yaitu Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM), Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di tahun anggaran 2017-2018.

Pada rangkaian kegiatan tersebut, Kepala Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal, Adi Budiarso, menyampaikan bahwa  penganggaran perubahan iklim yang responsif gender merupakan kesempatan besar untuk mengembangkan pemberdayaan perempuan Indonesia dengan mengarusutamakan gender untuk berbagai program kementerian/lembaga tentunya dengan sinergi dan kolaborasi antar lembaga untuk Indonesia yang maju, adil dan bermartabat.

“Aksi perubahan iklim dan kesetaraan gender merupakan 2 (dua) dari 17 tujuan dalam SDGs dan pemerintah telah memiliki komitmen tinggi memastikan pembiayaan bagi keduanya melalui penandaan anggaran. Pengembangan anggaran perubahan iklim yang responsif gender dapat menjadi terobosan baik dalam rangka pencapaian SDGs,” terang Kepala Unit Innovative Financing Lab UNDP Indonesia, Muhammad Didi Hardiana.

Kajian pengembangan anggaran perubahan iklim yang responsif gender tersebut, disusun dengan dukungan pemerintah Swedia dan Uni Eropa melalui program Climate Finance Network dan Poverty Environment Action for SDGs.

Pemprov Kaltim Tak Longgarkan Aktivitas di Luar Rumah

Samarinda — Wakil Gubernur Kaltim H Hadi Mulyadi menegaskan, Pemerintah Provinsi Kaltim tidak melonggarkan pengetatan atas pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah di masa pandemi Covid-19 ini, terutama pada saat menjelang dan pasca lebaran Idul Fitri 1441 Hijriah.

Hal tersebut dikemukakan Wagub yang Kamis (21/5) secara khusus mengikuti video conference Rapat Koordinasi Tindak Lanjut Arahan Presiden terkait Perumusan Protokol Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Ruang Heart of Borneo Kantor Gubernur Kaltim,

Rakor dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto diikuti jajaran Menteri Indonedia Maju, diantaranya Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendi,

Selain itu juga Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Panglima TNI Jenderal TNI Hadi Tjahjanto, Waka Polri Komjen Pol Gatot Eddy Pramono, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo dan Deputi Bidang Perekonomian, Sekretariat Kabinet serta seluruh gubernur se Indonesia.

Sementara itu hadir mendampingi Wagub, Plt Kepala Dinas Kesehatan yang juga Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kaltim Andi Muhammad Ishak, Plt Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah H Nazrin, Kasatpol PP Kaltim I Gede Yusa dan Kepala Biro Humas Setdaprov Kaltim HM Syafranudin.

Usai vidcon, Wagub Hadi Mulyadi menegaskan Kaltim tidak melonggarkan pengetatan atas pembatasan aktivitas masyarakat di luar rumah.

“Pemprov sudah sepakat meniadakan open house bagi Gubernur, Wakil Gubernur dan Sekda, termasuk pejabat lainnya di lingkup Pemprov Kaltim. Juga, tidak melaksanakan kegiatan keagamaan lainnya selama akhir Ramadhan maupun menjelang Idul Fitri,” katanya.

Walaupun diakui, banyak dampak yang ditimbulkan pandemi Covid-19 terhadap roda pemerintahan terlebih masyarakat baik di sisi kesehatan, sosial bahkan ekonomi.

“Tetap tidak ada pelonggaran, termasuk mudik menjelang ataupun saat lebaran. Kita tidak ingin niat baik ternyata berujung masalah. Terjadi lonjakan kasus penularan virus Corona di masyarakat Kaltim,” tegasnya. (humasprovkaltim)

Pelanggaran Hak Anak, Perkawinan Anak Bukan Pilihan

Jakarta — Beberapa waktu lalu, media sosial diramaikan kontroversi seorang youtuber yang membuat video dan membagikan pengalamannya menikah dengan anak perempuan berusia 16 tahun pada tahun 2019. Saat itu revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan belum disahkan sehingga celah tersebut membuat youtuber itu merasa bebas untuk meromantisasi perkawinan usia anak. Hal ini menimbulkan banyak kritikan karena tindakan tersebut dianggap dapat menormalisasi praktek perkawinan usia anak.

“Perkawinan anak merupakan pelanggaran hak anak dan berarti juga pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), karena hak anak bagian dari HAM,” tegas Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Lenny N Rosalin saat membuka media briefing dengan tema “Kawin Usia Anak Bukan Pilihan” melalui video conference, Rabu (20/05).

Menurut Lenny, pembentukan konsepsi keluarga dalam perkawinan di era globalisasi mempengaruhi cara pandang anak sehingga orang dewasa di sekitar anak terutama orang tua dan keluarga perlu memberikan pemahaman yang benar kepada anak tentang konsep keluarga dan perkawinan. Usia perkawinan anak perempuan juga telah dinaikkan dari 16 tahun menjadi 19 tahun melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Kita harus secara terus menerus memberikan pemahaman kepada semua pihak, utamanya anak serta keluarga dan orang tua tentang pentingnya memahami konsepsi perkawinan yang harus dilandasi dengan nilai-nilai, dan bahwa perkawinan jangan dilihat manis-manisnya saja atau romantismenya saja, tapi banyak di balik itu yang harus dipersiapkan dan akan dialami pasca perkawinan itu sendiri. Dari data yang ada bisa dilihat dampak perkawinan anak, seperti drop-out sekolah, gangguan kesehatan pada ibu dan bayinya, dan karena tingkat pendidikan rendah maka mereka (jika terpaksa harus bekerja) berpotensi bekerja di sektor informal dengan upah rendah. Ketiga faktor tersebut (pendidikan, kesehatan dan ekonomi) akan mempengaruhi angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM); dan bahkan juga akan berpengaruh pada capaian dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals,” jelas Lenny.

Menanggapi hal ini, Psikolog Allisa Wahid yang juga menjadi narasumber, menyebutkan masih ada cara pandang lama masyarakat tentang perkawinan yang akhirnya bisa melanggengkan perkawinan anak.

“Faktor yang utama itu adalah pandangan tentang anak perempuan. Artinya yang mendorong budaya, masyarakat bahkan keluarga hingga tokoh agama mendukung perkawinan anak karena anak perempuan itu dianggap tidak perlu sekolah tinggi atau cukup dengan menjadi istri. Ini yang perlu diubah,” jelas Allisa Wahid.

Menurut Allisa Wahid, dari posisi anak, alasan anak terdorong untuk melakukan perkawinan anak karena adanya informasi atau pengaruh eksternal.

“Dari sisi anak, ternyata faktornya adalah karena mereka terjebak romantisme perkawinan. Terlalu banyak menonton film yang melihat bahwa kawin itu modalnya cukup cinta. Mengapa demikian? Ya karena memang masih anak, jadi pemahaman mereka terhadap perkawinan masih belum cukup,” tambah Allisa.

Menanggapi persoalan ini, Ketua KPAI Susanto menyatakan bahwa viralisasi pemberitaan, akan berpotensi mendekatkan anak dengan informasi perkawinan dan rentan mempengaruhi cara berfikir serta perilaku anak.

“Pencegahan perkawinan anak berbasis komunitas perlu dikembangkan agar anak teredukasi akan pentingnya kematangan dalam melangsungkan perkawinan,” ujar Ketua KPAI, Susanto.

Pandangan tersebut juga dikuatkan oleh Ketua Forum Anak Nasional Tristania Faisa, “Kami yang menjadi peer grup berperan besar melakukan perubahan cara pandang teman-teman kami agar tidak menikah di usia anak karena dampaknya yang merugikan dan melanggar hak anak. Kami juga berperan sebagai Pelopor dan Pelapor (2P) untuk mendukung pencegahan perkawinan anak,” ujar Tristania.

 

Di sisi lain, dari perspektif media, Peneliti Media Roy Thaniago menuturkan jika konten di youtube dan media massa sering membingkai perkawinan anak dalam cerita romantis dan unik sehingga seolah dianggap normal dan bukan suatu masalah.

Lenny mengingatkan agar seluruh pihak mendukung upaya untuk mencegah terjadinya perkawinan anak. Meskipun sudah ada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019, yang lebih penting adalah bagaimana di tingkat pelaksanaannya. Pelibatan seluruh agen perubahan di era global saat ini sangat diperlukan, karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Partisipasi dan peran anak, keluarga, lembaga pendidikan, lembaga masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, dunia usaha, media, serta pihak-pihak lain perlu bersinergi dalam upaya pencegahan perkawinan anak.

“Anak itu adalah peniru ulung. Apapun yang dilakukan oleh orang dewasa, anak itu meniru dengan mudah. Nah, bagaimana agen-agen perubahan di era global dan digital saat ini bisa kita buat lebih produktif dan kreatif dalam keikutsertaannya mencegah perkawinan anak. Menghentikan perkawinan anak adalah tanggung jawab semua pihak. Dibutuhkan sinergi bersama seluruh pemangku kepentingan hingga ke tingkat akar rumput untuk mewujudkannya,” tambah Lenny.

Dalam dialog tersebut,  jurnalis Sonya Hellen Sinombor sebagai moderator, dihadiri oleh awak media, serta Pemda dan Forum Anak dari berbagai daerah, aktivis perempuan dan anak, organisasi masyarakat, serta masyarakat umum.

Pada akhir sesi, Lenny juga menyampaikan pesan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, bahwa kita perlu menjadi manusia kreatif dan adaptif yang mampu menghadapi tantangan dalam memanfaatkan teknologi untuk membangun kepercayaan, kerja sama, serta sinergi bersama menuju Indonesia Layak Anak 2030 dan Indonesia Emas 2045. (mediadanpublikasikemenpppa)

Sharing Online Layanan Konseling Sejiwa

Samarinda — Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim dan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) Kaltim melakukan sharing online Layanan Konseling Sehat Jiwa (Sejiwa) bersama Ketua Himpsi Kaltim, Ketua Satgas Sejiwa Kaltim dan Direktur RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda, Senin (18/5/2020).

Kepala DKP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan Kelompok Rentan Terdampak (KRT) penyebaran Covid-19 yaitu bayi, anak-anak, ibu hamil/menyusui, penyandang disabilitas dan  lanjut usia.

“KRT ini sangat merasakan dampaknya dari sisi ekonomi, sosial dan psikologis. Ditambah lagi pada masa recovery dampak lanjutannya masih berlangsung. Oleh karena itu, dampak psikologis ini juga sangat penting karena mempengaruhi jiwa seseorang. Kemudian untuk mengantisipasi ini semua, Kemen PPPA menginisiasi Gerakan Berjarak dengan tujuan untuk memastikan kelempok rentan terdampak memperoleh akses dan perlindungan yang mengedepankan prinsip-prinsip terbaik bagi kelempok rentan,” ujarnya.

Gerakan Bersama Jaga Keluarga Kita (Berjarak) memiliki 10 aksi yang mencakup pencegahan dan penanganan.

Selain Gerakan Berjarak, Kemen PPA juga melaunching Layanan Sejiwa yang merupakan layanan bantuan konsultasi psikologi untuk sehat dan jiwa atau Sejiwa. Diluncurkan oleh Kantor Staf Presiden (KSP), pada 29 April 2020. Layanan ini ditujukan untuk membantu menangani potensi ancaman tekanan psikologi masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dengan call center 119 ext 8.

Halda melanjutkan Survei AADC-19 oleh Forum Anak menunjukkan 99% bahwa Belajar di Rumah merupakan program yang sangat penting. 58% menyatakan perasaan tidak menyenangkan selama menjalani program Belajar di Rumah. 49% menyatakan bahwa program Belajar dari Rumah membebani anak melalui tugas yang banyak. 32% menyatakan didampingi oran gtua selama belajar dan berkegiatan di rumah. 15% menyatakan dibantu orang tua dalam menyelesaikan tugas dan 31% menyatakan bahwa orang tua memberikan alternatif kegiatan lain untuk mengusir kejenuhan.

Ia juga menuturkan semua anak adalah anak kita. Jika satu keluarga  terlindungi akan banyak keluarga terselamatkan. “Jadi kita harus jaga dulu keluarga kita untuk menyelamatkan keluarga lainnya,” terang Halda.

Sementara Ketua Satgas Sejiwa Kaltim Evi Kurniasari mengatakan, masyarakat dapat konsultasi dengan tenaga psikolog melalui hotline 119 ext. 8, yang juga merujuk kepada hotline unit pengaduan Kemen PPPA yaitu 0821-2575-1234 / 0811-1922-911 atau melalui web browser http://bit.ly/kamitetapada, dan surat elektronik (email) pengaduan@kemenpppa.go.id.

Hotline layanan Sejiwa juga terhubung dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA)/P2TP2A serta Lembaga Perlindungan Anak (LPA) dan Forum Pengada Layanan (FPL) yang ada di seluruh provinsi dan kabupaten/kota, sesuai lokasi pelapor berada.

Evi menegaskan, selain menjaga kesehatan tubuh, sangat penting menjaga kesehatan metal. “Kenapa? Memang gangguan emosi itu tidak terlihat tetapi dapat menyebabkan penderitaan bahkan penderitaannya dapat bersifat jangka panjang. Kita perlu juga menyadari orang-orang yang memiliki kerentanan dalam kesehatan mental itu ternyata menurunkan imun tubuh,” katanya.

Sementara itu Ketua Himpsi Kaltim Nuraida Wahyu mengimbau, agar masyarakat selalu menjaga kesehatan dan menjaga jarak. “Sehingga lebih aman jika kita dirumah tetap jaga jarak dan jangan lupa jaga kesehatan jiwa kita. Salam Sejiwa!,” tegasnya.

Sedangkan Direktur RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda Padilah Mante Runa menyampaikan, imbauan PSBB, bekerja dari rumah, larangan mudik, membuat masyarakat, PDP dan OTG dapat mengalami reaksi stres akut, stress pasca trauma, gangguan penyesuaian, depresi hingga ada yang telah melakukan bunuh diri yang memerlukan dukungan psikososial dari para ahli dibidangnya.

Dukungan kesehatan jiwa dan psikososial selama pandemi Covid-19 dapat berupa peningkatan imunitas fisik, peningkatan kesehatan jiwa, pencegahan masalah kesehatan jiwa, mengurangi stress, relaksasi fisik, berfikir positif dan mempertahankan serta meningkatkan hubungan interpersonal.

Padilah menambahkan, RSJD Atma Husada Mahakam membuka hotline di nomor 08115878787 untuk menerima keluhan mental masyarakat dengan dibantu tenaga psikiater dan psikolog klinis. “Mari kita berdoa Corona berlalu tanpa bekas,” Harap Padilah. (dkp3akaltim/rdg)