Isran Buka Rakor BPKAD

Balikpapan — Mengenakan setelan putih-hitam, Gubernur Kaltim H Isran Noor membuka rapat koordinasi Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota Se-Kalimantan Timur di Ballroom Hotel Gran Senyiur Balikpapan, Rabu (5/2/2020). Rakor bertema Peningkatan Akuntabilitas Laporan Keuangan Daerah dan sharing session diikuti 300 peserta.

Isran mengatakan Pemprov Kaltim telah memperoleh Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) lima kali dari BPK RI. Semua prestasi diraih berkat kinerja dan produktivitas serta profesionalitas aparatur yang tinggi dalam pengelolaan pemerintahan.

“Harapannya prestasi itu terus dipertahankan dan ditingkatkan, khususnya dalam hal pengelolaan keuangan dan aset daerah,” tutur Isran.

Kepala BPKAD Kaltim Sa’aduddin menyebut rakor ini merupakan upaya peningkatan percepatan pelaporan pengelolaan keuangan dan barang milik daerah Provinsi Kaltim. Sehingga diperlukan sinergitas dalam membangun komitmen bersama dalam rangka mewujudkan tata kelola keuangan dan barang milik daerah secara tertib, transparan dan taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

“Laporan yang berkualitas dapat menggambarkan kinerja pengelolaan pemerintahan yang baik,” ujar Sa’aduddin.

Hadir dalam acara tersebut Asisten Administrasi Umum Fathul Halim, Kepala BPKAD dan Inspektorat Kota Prabumulih Sumatera Selatan, Kepala BPKAD, Inspektur, Sekretaris Badan Kabupaten dan Kota se-Kaltim.

“Stop Perkawinan Anak, Kita Mulai Sekarang”

Jakarta — Pencegahan perkawinan anak adalah satu-satunya program percepatan yang tidak bisa ditunda lagi. Menilik data perkawinan anak dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2018 BPS tercatat angka perkawinan anak di Indonesia terbilang cukup tinggi yaitu mencapai 1,2 juta kejadian. Dari jumlah tersebut proporsi perempuan umur 20-24 tahun yang berstatus kawin sebelum umur 18 tahun adalah 11,21% dari total jumlah anak, artinya sekitar 1 dari 9 perempuan usia 20-24 tahun menikah saat usia anak. Jumlah ini berbanding kontras dengan laki-laki dimana 1 dari 100 laki-laki berumur 20 – 24 tahun menikah saat usia anak.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa pada peluncuran Dokumen Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak (Stranas PPA) menyatakan bahwa isu perkawinan anak adalah isu mendesak yang harus segera diselesaikan.

“Sebuah kebijakan yang strategis, implementatif dan tepat sasaran dibutuhkan untuk mencapai target yang diberikan Presiden Joko Widodo, yaitu menurunkan angka perkawinan dari 11,21% menjadi 8,74% di tahun 2024. Presiden telah memberikan mandat pencegahan perkawinan anak pada Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak,” ujar Suharso.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga mengapresiasi insiatif dari Kementerian PPN/Bappenas dan Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah mengumpulkan, mengolah dan menerbitkan data perkawinan anak di Indonesia di tingkat nasional dan provinsi.

Menurut Bintang, data-data ini sangat bermanfaat sebagai masukan dalam penyusunan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan. BPS diharapkan juga dapat menghasilkan data di tingkat kabupaten/kota agar dapat menjadi bahan masukan terkait upaya-upaya intervensi pelayanan yang dilakukan di tingkat kabupaten/kota.

Diakui Menteri Bintang perkawinan anak berdampak masif diantaranya meningkatnya resiko putus sekolah, pendapatan rendah, kesehatan fisik akibat anak perempuan belum siap hamil dan melahirkan dan ketidaksiapan mental membangun rumah tangga yang memicu kekerasan, pola asuh tidak benar hingga perceraian.Itu sebabnya perkawinan anak merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

“Praktik perkawinan anak merupakan pelanggaran atas hak-hak anak yang berdampak buruk terhadap tumbuh kembang dan kehidupannya di masa yang akan datang sehingga dengan demikian, perkawinan anak juga merupakan pelanggaran HAM karena hak anak adalah bagian dari HAM. Diakui salah satu tantangan terbesar adalah karena perkawinan anak sangat lekat dengan aspek tradisi, budaya dan masalah ekonomi,” ujar Menteri Bintang.

Dengan diterbitkannya dokumen Stranas PPA Menteri Bintang berharap semua pemangku kepentingan di berbagai sektor dapat meningkatkan komitmen masing-masing dalam mendukung upaya pencegahan perkawinan anak.

Baru-baru ini Kemen PPPA telah melakukan re-launching Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak dengan merangkul semua pihak utamanya pimpinan daerah yang masuk dalam 20 provinsi dengan angka perkawinan anak di atas angka nasional.

Selanjutnya Kemen PPPA juga tengah menyusun Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Perkawinan menyusul ditetapkannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu usia minimum perkawinan menjadi 19 tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan serta menanggapi Peraturan Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pedoman Mengadili Permohonan Dispensasi Kawin.

“Pekerjaan rumah kita selanjutnya adalah mengubah pandangan masyarakat mengenai perkawinan anak. Perlu saya garisbawahi bahwa hanya dengan sinergi dan kerja bersama dengan berbagai pihak, praktik-praktik perkawinan anak dapat kita percepat penghapusannya secara lebih terstruktur, holistik, dan integratif,” pungkas Menteri Bintang.