Wagub Minta BPK Periksa OPD dan Perusda

Samarinda — Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi meminta agar Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kaltim untuk memeriksa keuangan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) lingkup Pemprov Kaltim maupun perusahaan daerah (Perusda/BUMD) yang memiliki alokasi anggaran besar secara rutin.

Menurut Wagub, pemeriksaan itu bukan untuk galak-galakan kepada perangkat daerah maupun perusda. Hal ini dilakukan untuk verifikasi dan klarifikasi, karena banyak menerima laporan dari masyarakat.

“Karena itu, diharapkan ini bisa dilakukan secara rutin. Sehingga kerja perangkat daerah kita maupun perusda dapat terukur dan tepat sasaran,” ujarnya baru-baru ini di Samarinda.

Bagi Hadi, adanya pemeriksaan yang rutin, agar pemerintah daerah bekerja dan membangun daerah dengan efektif dan efisien.

Melalui pemeriksaan tersebut, menurut Hadi, dapat mendukung perangkat daerah maupun perusda lebih semangat dalam pelaksanaan penyelenggaraan program kerja, staf maupun pimpinan semakin profesional.

Sehingga pengelolaan pemerintahan dan pembangunan infrastruktur terlaksana dengan baik dan tepat sasaran.

“Artinya, hasil dari laporan atau pemeriksaan itu kita apresiasi. Maksudnya, jika pemerintahan ingin bagus. Maka harus ada yang menilai dan mengevaluasi, sehingga dapat bersama-sama membangun daerah,” jelasnya

Pemprov Kaltim Siap Fasilitasi dan Lindungi PTT Melalui Jamsostek Honorer

Samarinda — Perintah Undang-Undang dan Pemerintah Provinsi Kaltim melalui Peraturan Gubernur (Pergub) pada tahun 2016 telah menginstruksikan OPD untuk menganggarkan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan bagi pegawai non PNS atau pegawai tidak tetap (honorer).

Hal itu diungkapkan Plt Asisten Pemerintahan dan Kesra Jauhar Efendi saat mewakili Gubernur Kaltim pada sosialisasi Penyelenggaraan Jaminan Sosial berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, di Ruang Tepian II Lt. 2 Kantor Gubernur Kaltim Jalan Gajah Mada Samarinda, Senin (16/12/2019).

Pada hakekatnya lanjut Jauhar, PTT atau non ASN hampir sama kegiatan dan pekerjaan dengan PNS/ASN. Karenanya, Pemprov sangat berkomitmen memberikan jaminan sosial bagi honorer di lingkup Pemprov.

“Pemprov sudah mengambil langkah, semua PTT harus dilindungi dalam bentuk asuransi. Insya Allah mulai 2020 tidak ada masalah dan seluruh honorer sudah masuk dalam program BP Jamsostek,” katanya.

Pemerintah harus memberi contoh selain sudah perintah undang-undang sistem jaminan sosial nasional yang PTT ada didalamnya.

“Jangan ragu-ragu. Sudah perintah undang-undang. Dalam waktu singkat Pergub sudah tuntas yang saat ini masih dalam proses pembahasan. Ini tidak lain untuk kebaikan kita semua,” ungkap Jauhar.

Sementara Deputi Direktur Wilayah Kalimantan BP Jamsostek Panji Wibisana mengemukakan, sesuai UU mengamanatkan semua pengusaha atau pemberi kerja wajib mengikutsertakan karyawannya kedalam perlindungan jaminan sosial tenaga kerja.

“Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS,” ujar Panji.

 

Sosialisasi diikuti perangkat daerah di lingkup Pemprov Kaltim. Tampak hadir Plh Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Kaltim Syofia Rahmi, Kepala Kantor Cabang BP Jamsostek Samarinda Cep Kusnadi dan Asisten Deputi Wilayah Bidang Tenaga Kerja Ramadan Saryo.

Data Terpilah Menuju Satu Data Indonesia

Samarinda — Untuk mewujudkan pengelolaan data guna mendukung pelaksanaan pengarusutaman gender dan  mewujudkan satu data Indonesia, Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim melaksanakan Rapat Koordinasi Teknis (Rakortek) Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA), di Ruang Rapat Tepian I Kantor Gubernur Kaltim, Rabu (18/12/2019).

Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, untuk pelaksanaan peningkatan pengintegrasian isu gender maka data menjadi salah satu basis yang harus diperlukan.

“Walau sudah beberapa kali kita mengintegrasikan isu gender tapi kalau tidak ada data sangat sulit dan data itu sangat penting,” ujarnya.

Diperlukan penyediaan data dan pemanfaatan data tepilah, melalui pemenuhan standar data, meta data. “Karena kalau ingin menjadi negara maju seperti yang disampaikan oleh bapak Presiden, syarat pertama data harus jelas,” imbuh Halda.

Penyelenggaraan satu data, jelanya, dimulai dari tingkat pusat sampai tingkat kabupaten/kota sehingga tercipta satu data Indonesia yang merupakan kebijakan tata kelola data untuk menghasilakan data yang akurat, mutakhir, terpadu dan dapat dipertanggung serta mudah di akses dan dibagi-pakaikan antara instansi pusat dan daerah

“Mengapa diperlukan data terpilah menurut jenis kelamin dan usia? Karena hal ini gambaran umum  tentang  keadaan perempuan dan laki-laki disemua kelompok umur dan diberbagai aspek kehidupan,” katanya.

Data terpilah menurut jenis kelamin, tidak selalu mengandung isu gender tetapi data terpilah menurut jenis kelamin merupakan unsur dasar yang harus ada unsur mengungkapkan isu gender yaitu isu yang muncul karena pemberlakuan ketidakadilan atas dasar  jenis kelamin.

Ia mengungkapkan, isu gender kurang diperhitungkan di berbagai proses pembangunan, sebagai akibatnya kebijakan, program, kegiatan pembangunan tidak responsif terhadap kebutuhan, kesulitan sebagai perempuan atau laki-laki (kebijakan/program yang buta gender) hasilnya adalah ketidaksetaraan antara perempuan dan laki-laki dalam berbagai bidang pembangunan dan kehidupan.

Ia berharap, dengan Rakortek ini tersedia data terpilah gender dan anak pada masing-masing perangkat  daerah provinsi dan kabupaten/kota sehingga kebijakan/program yang buta gender dapat teratasi.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 100 peserta terdiri dari OPD terkait lingkup Pemprov Kaltim dan beberapa kabupaten/kota. Hadir menjadi narasumber yaitu Kepala Biro Perencanaan KPPPA Faqih Usman dan Koordinator Pengembangan SIGA KPPPA  Agus Sulistijawan. (DKP3AKaltim/rdg)

 

DKP3A Kaltim Gelar Edu_Aksi Untuk Siswa

Samarinda — Dalam rangka Peringatan Hari (PHI)  ke 91, Dinas Kependudukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A)  Kaltim menggelar Edu-Aksi Untuk Siswa, bertajuk Pencegahan Perkawinan Anak, berlangsung di Aula DKP3A Kaltim, Rabu (18/12/2019).

Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi melalui Kepala Dinas KP3A Kaltim Halda Arsyad mengatakan, perkawinan anak memiliki dampak negatif, tidak hanya bagi individu yang melakukan perkawinan tersebut melainkan juga bagi Negara.

“Menurut data BPS bahwa 1 dari 4 anak perempuan di Samarinda telah menikah pada usia dibawah 18 tahun. Dimana pada tahun 2017 Provinsi Kaltim menunjukan data perkawinan anak sebesar 542 yang terdiri dari perempuan 470 dan laki-laki 72 orang. Sementara di tahun 2018 tercatat 589 perkawinan anak terdiri dari perempuan 491 dan laki-laki 98 orang,” ujarnya.

Perkawinan anak dapat terjadi karena beberapa hal seperti kemiskinan, pendidikan yang terbatas, budaya yang mengikat dan perubahan tata nilai dalam masyakat.

Selain itu, jelas Halda, ada 5 alasan perkawinan anak dilarang, pertama perkawinan anak penyebab tingginya angka perceraian, berdampak buruk pada kualitas SDM Indonesia, kekerasan dalam rumah tangga, tingginya angka kematian ibu dan perkawinan anak menghambat agenda-agenda pemerintah seperti program KB dan Genre.

Perkawinan merupakan hal yang lumrah terjadi bahkan suatu hal yang sangat penting dilakukan untuk membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan merupakan cara yang legal untuk memperoleh keturunan. Namun, terkait masalah perkawinan ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan karena hakekatnya tidak direncanakan untuk waktu jangka pendek, tapi perkawinan bersifat jangka panjang bahkan seumur hidup, maka perkawinan harus dilakukan dengan kesiapan mental maupun fisik yang cukup matang.

“Kesiapan secara mental maupun fisik disini erat kaitannya dengan usia seseorang ketika menikah,” tuturnnya.

Menurut revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dianggap sah bila perempuan dan laki-laki telah berumur 19 tahun. Dalam hal tersebut Pemerintah dalam mengatur batas usia seseorang untuk menikah didasari oleh pertimbangan tertentu misalnya kesehatan reproduksi yang sudah matang, akan tetapi fenomena masih terjadi tidak hanya di Indonesia melainkan di dunia yairu terkait perkawinan anak.

Untuk mengurangi dan mencegah perkawinan anak juga dapat dilakukan dengan memberdayakan anak-anak dengan informasi keterampilan dan jaringan pendukung lainnya seperti pelatihan membangun keterampilan dan berbagai informasi. Mengajak mendidik dan menggerakkan orang tua untuk menciptakan lingkungan yang baik. Memberikan pendidikan seks secara komprehensif yang menekannkan pada aspek kesehatan reproduksi serta tanggung jawab moral dan sosial.

Kegiatan ini diikuti sebanyak 100 pelajar SMP dan SMA di Samarinda. Hadir menjadi narasumber Divisi Pencegahan Puspaga Kaltim Ruhui Rahayu Machnun Uzni dan Divisi Rujukan Wahyu Nhira Utami. (DKP3AKaltim/rdg)